Setelah khalifah Abbasiyah
di Bagdad runtuh akibat serangan tentara Mongolkekuatan politik Islam mengalami
kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa
kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa
peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan
bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai disitu. Timur Lenk,
pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam
yang lain.
Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah dan berkembangnya tiga kerajaan besar : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dimasa tiga kerjaan besar ini kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid yang didirikan kerajaan ini masih dapat diihat di Istambul, Tibriz dan Isfaham serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan pada masa priode klasik. Perhatian di ilmu pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila dibandingkan kemjuan yang dicapai pada masa dinasti Abbsyiah, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Namun, menarik untuk dikaji, karena kemajuan pada masa ini terwujud setelah dunia islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya.
A. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Safawi
Awalnya kerajaan ini
berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabila, sebuah kota di
Azerbaijan, Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, yang diambil
dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus
dipertahankankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu
terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan
Kerajaan. Menurut Harun Nasution, di Persia muncul suatu dinasti yang
kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti ini berasal
dari seorang sufi bernama Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan atau dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid tarekat dengan tugas dakwah agar umat Islam secara murni berpegang teguh pada ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya setelah memperoleh banyak pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi gerakan politik dan diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.
B. SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SAFAWI
Safi Al-Din (1252-1334 M)
Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M)
Khawaja Ali (1399-1427 M)
Ibrahim (1427-1447 M)
Juneid 1447-1460 M)
Haidar 1460-1494 M)
Ali (1494-1501 M)
1. Ismail (1501-1524 M)
2. Tahmasp I (1524-1576 M)
3. Ismail II (1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1577-1787 M)
5. Abbas I (1588-1628 M)
6. Safi Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M)
9. Husen (1694-1722 M)
10.Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)
Safi Al-Din berasal dari
keturunan yang berada namun ia memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia
keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh
Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301) yang dikenal dengan julukan Zahid
Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi
Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut. Safi Al-Din mendirikan tarekat
Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat tahun
1301 M, pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya
gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan
golongan “ahli-ahli bid’ah”. Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang
bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh
besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar
Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi nama Khalifah
untuk memimpin murid-muridnya di daerah masing-masing. Suatu ajaran Agama yang
dipegang secara fanatik biasanya kerapkali menimbulkan keinginan di kalangan
ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat
Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan
menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.
Dalam dekade 1447 – 1501 M
Safawi memasuki tahap gerakan politik, sama halnya dengan gerakan sanusiyah di
Afrika Utara, Mahdiyah di Sudan dan Maturdiyah serta Naksyabandiyah di Rusia.
Kecenderungan memasuki dunia politik secara konkrit tampak pada masa
kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti safawi memperluas gerakannya dengan
menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan kegiatan ini
ternyata menimbulkan konflik antara Juneid dengan kekuatan politik yang ada di
Persia waktu itu, misalnya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan Kara
Koyunlu (domba hitam) salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di
wilayah itu yang bermahzhab Sunni di bawah kekuasaan Imperium Usmani. Karena
konflik tersebut maka ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat. Di
tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK. Koyunlu
(domba putih), juga suatu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan,
yang ketika itu menguasai sebagian Persia.
Selama dalam pengasingan,
Juneid tidak tinggal diam. Ia malah menghimpun kekuatan untuk kemudian
beraliansi secara politik denagn Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting
salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahu 1459 M, Juneid
mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut
Circassia tetepi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia
sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Keteika itu anak Juneid, Haidar,
masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan
Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan
Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salh seorang
putri Uzun Hasan. Dari perkawinan itu lahirlah Ismail, yang di kemudian hari
menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.
Kemenangan AK-Koyunlu
terhadap Kara Koyunlu tahun 1476 M, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin
oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK-Koyunlu dalam meraih
kekuasaan yang selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi adalah sekutu AK Konyulu,
tetapi itulah politik. Ak Konyulu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan
kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia
dan pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirim bantuan militer kepada Sirwan, sehingga
pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.
Ali, putra dan pengganti
Haidar, didesak oleh bala tentranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya,
terutama terhadap AK Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Konyulu ketika itu
dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama kedua saudaranya Ibrahim dan
Ismail beserta ibunya, di fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M).
Mereka dibebaskan oleh Rustam, Putra Mahkota AK Konyulu, dengan syarat mau
membantunya memerangi saudara sepupunya. setelah saudara sepupu Rustam itu
dapat dikalahkan. Ali bersaudara (Ibrahim dan Ismail) beserta ibunya kembali ke
Ardabil. Akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang
Ali bersaudara pada tahun 1494 M dan Ali terbunuh dalam serangan ini.
Kepemimpinan gerakan Safawi
selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat itu masih berusia 7 tahun. Selama
5 tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan
dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria, Anatolia.
Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret merah). Ismail
memanfaatkan kedudukannya sebagai mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan
politiknya dengan menjalin hubungan dengan para pengikutnya.
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Konyulu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga sebagai Ismail I. dengan ia sendiri sebagai Syaikhnya yang pertama dan menetapkan Syi’ah Dua Belas sebagai agama resmi kerajaan Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi sebagai kerajaan dan ditetapkan pula Syi’ah sebagai agama kerajaan maka merdekalah Persia dari pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing lainnya. Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Safawi yang akan turut memberikan kontribusi dalam perkembangan kekuasaan Islam.
C. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Kerajaan Safawi di Persia
Pada masa pemerintahan Ismail,
Safawi berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke daerah
Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan hingga
meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Kemudian ia beruasaha
mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki Usmani tetapi mengadap kekuatan besar
dari Kerajaan Turki Usmani tetapi menghadapi kekuaatan besar dari kerajaan
Turki Usmani yang sangat membenci golongan Syi’ah. Dalam perebutan wilayah ini
Safawi mengalami kekalahan yang menyebabkan Ismail mengalami depresi yang
meruntuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya sehingga ia menempuh kehidupan
dengan cara menyepi dan hidup hura-hura.
Hal ini berpengaruh pada
stabilitas politik dalam kerajaan Safawi. Contohnya adalah terjadinya perebutan
kekuasaan antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-pejabat keturunan Persia dan
Qizilbash. Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja Abbas I.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I untuk memperbaiki situasi
adalah :
1. Menghilang dominasi pasukan
Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan
budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan
Sircassia.
2. Mengadakan perjanjian damai
dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga
khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam khotbah Jumatnya
Usaha-usaha tersebut
terbukti membawa hasil yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali kuat.
Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang telah
lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat
(1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki
Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan,
Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan
Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas
Pada masa Abbas I inilah kerajaan Safawi mengalami masa kejayaan yang gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah :
1. Bidang Politik dan
Pemerintahan
Pengertian kemajuan
dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas
yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu
pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik
internasional.
Sebagaimana lazimnya
kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata,
Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun
angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara
Qizilbash yang pernah menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya
dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia membangun suatu
angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari bekas
tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka
dibina dengan pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang modern.
Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.
Berkat kegigihannya Syah
Abbas mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara
dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain
pada masa sebelumnya.
2. Bidang Ekonomi
Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan Barat. Yang biasa diperebut oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, sesungguhnya menjadi milik Kerajaan Safawi. Selain itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (fortile crescent).
3. Bidang Ilmu Pengetahuan,
Filsafat dan Sains
Dalam sejarah Islam, bangsa
Persia dikenal sebagai bangsa yang peradaban tinggi dan berjasa dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila
pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
Ada beberapa ilmuwan yang
selalu hadir di majlis istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis iptek),
Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad
(teolog, filosof, observatory kehidupan lebah-lebah). Dalam bidang ilmu
pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan
Turki Usmani. Pada masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia
Islam, khususnya dikalangan orang-orang persia yang berminat tinggi pada
perkembangan kebudayaan. Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran
Syiah yang ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara.
Dalam Syiah Dua Belas ada
dua golongan, yakni Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda didalam memahami ajaran
agama. Yang pertama cenderung berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid
Syiah yang sudah mapan. Sedang kedua mengambil dari sumber ajaran Islam,
Al-Qur’an dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujthadi. Golongan Ushuli
inilah yang palling berperan pada masa Safawi.
Menurut Hodhson, ada dua
aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi tersebut. Pertama, aliran
filsafat “Perifatetik” sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan
Al-Farabi. Kedua filsafat Isyraqi yang dibawa oleh Syaharawadi pada abad ke
XII. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan Isfahan dan Syiraj. Di
bidang filosof ini muncul beberapa orang filosof diantaranya Muhammad Baqir
Damad (W. 1631 M) yang dianggap guru ketiga sesudah Aristoteles dan Al-Farabi,
tokoh lainnya misalnya Mulla Shadra yang menurut sejartah ia adalah seorang
dialektikus yang paling cakap di zamannya.
4. Bidang Perkembangan Fisik
dan Seni
Para penguasa kerajaan
menjadikan Isfahan menjadi kota Kerajaan yang sangat indah. Disana terdapat
bangunan-bangunan besar dan indah seperti masjid, rumah sakit, jembatan raksasa
di atas Zende Rud dan Istana Chilil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan
taman-taman wisata yang ditata secra apik. Ketika Abbas I wafat di Isfahan
terdapat 162 Masjid, 48 Akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.
Di bidang seni, kemajuan
nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannyaseperti
terlihat pada mesjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syaikh Lutf
Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula adanya
peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan
tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis
sejak zaman Raja Tahmasp I.
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.
D. Masa
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Masa Kemunduran dan
Kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah tiada,
sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja,
yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M),
Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). Pada
masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik
dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa
kepada kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-raja yang
lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat
kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang
memerintah setelah Abbas I adalah sebagai berikut:
1.
Safi
Mirza 1628-1642
-
Jiwa
lidershipnya lemah.
-
Sangat
kejam terhadap para pembesar Kerajaan.
-
Memiliki
sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan.
-
Kota
Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan).
-
Dan
Bagdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.
2.
Abbas II 1642-1667 M
-
Sifat
dan Moralnya jelek.
-
Pemabuk/suka
minum minuman keras.
3.
Sulaiman
1667-1694
-
Kejam
terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang
dicurigainya
-
Karena
sifat & moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap
pemerintahannya
4.
Husen
1694-1722 M
-
Memberi
kekuasaan yang besar kepada para ‘ulama Syi’ah.
-
Ulama
Syi’ah sering salah guna kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja.
-
Ulama
Syi’ah sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga
membuat golongan Sunni marah.
-
Konflik
yang terjadi antara golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem
pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan.
-
Pernah
terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang
kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir
mahmud ini, kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan.
Pada 12 oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
5.
Tahmasp
II 1722-1732 M
Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia,
ia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat
kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Madhir Khan untuk
memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut
dan Safawi kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada
1732 M.
6.
Abbas
III 1732-1736 M
-
Tidak
berpengalaman.
-
Diangkat
menjadi Raja pada saat masih kecil.
-
Pada
1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir
Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.
Hanya satu abad setelah
ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor yang
menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi :
1. Konflik panjang dengan
kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar kedua
kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliaran
Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara
kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu pernah berhenti
sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa Raja Shah Abbas I,
namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu
dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.
2. Adanya dekadensi moral yang
melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.
3. Pasukan Ghulam (budak-budak)
yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret
merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan
tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh
pasukan Qilzibash, sementara anggota pasukan Qilzibash yang
baru tidak memiliki militansi dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibash sebelumnya.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Dengan demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke delapan belas.
Kesimpulan
Kerajaan Safawi beradal
dari sebuah tarekat yang berdiri di Ardabil, tarekat tersebut bernama Safawi.
Kerajaan Safawi berada dipuncak kejayaan pada masa kekuasaan Abbas I. Banyak
kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi antara lain dalam bidang politik,
ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni. Akan tetapi
setelah Abbas meninggal, kerajaan Safawi mengalami kemunduran, disebabkan raja
yang memerintah sangat lemah, sering terjadinya konflik intern dalam perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga istana. Hanya dalam satu abad setelah
ditinggalkan Abbas, Kerajaan Safawi hancur.
ü Konflik
panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab
antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang
beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya.
Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu
pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa
Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut,
dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan
besar Islam itu.
Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989.
Harun, Maidir dan Firdaus, Sejarah Peradaban
Islam, Padang: IAIN IB Press, 2001.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam
:Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010
0 Komentar