Manusia dengan kondisi apa pun
sesungguhnya memiliki potensi luar biasa, tanpa terkecuali apakah ia lahir
dalam keadaan normal atau berkebutuhan khusus. Allah SWT menegaskan dalam
Al-Qur’an: dan sungguh benar-benar telah
kami ciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. (QS. At-Tin: 4).
Buya Hamka menyampaikan bahwa sebaik-baik bentuk yang disampaikan dalam ayat
ini bukan hanya berkaitan dengan persoalan kondisi fisik, tapi meliputi seluruh
potensi yang Allah berikan baik potensi lahir maupun batin.
Melalui potensi inilah setiap
manusia sesungguhnya dapat meraih keistimewaan dan kemuliaan dirinya manakala
potensi itu dapat dikelola dengan baik dan benar. Namun sebaliknya jika potensi
tersebut tidak diasah dan digunakan dengan sebaik-baiknya justru itulah yang
membuat manusia jatuh dalam kehinaan.
Potensi merupakan bekal yang dapat digunakan manusia untuk menghadapi dan
mengatasi setiap persoalan hidupnya. Dan tidak seorang pun manusia yang
diciptakan Allah tanpa potensi yang memadai. Itulah sebabnya dalam ayat lain
kembali ditegaskan: Allah tidaklah
memberi beban kecuali sesuai kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah: 267).
Maka hadirnya anak berkebutuhan khusus bukanlah aib atau petaka yang harus
ditutupi apalagi disesali. Karena mereka pun punya potensi yang tidak kalah
dibandingkan dengan yang lain. Dan mereka bukanlah makhluk kelas dua, mereka
juga sejajar dengan kita serta memiliki hak yang sama. Kita hanya perlu
membantu agar mereka mampu menggali serta mengembangkan potensi yang mereka
miliki.
Prof. Dr. Ahmad Mustafa Al-Maraghi dalam tafsirnya menyampaikan bahwa
setidaknya manusia dianugerahi 5 potensi, antara lain:
Pertama, potensi insting.
Dengan potensi ini manusia dapat memberi respon secara otomatis terhadap apa
yang dialaminya. Sehingga seorang anak dapat menangis ketika sedih, merintih
ketika sakit, menjerit ketika takut, mempertahankan diri ketika terancam atau
tertawa saat merasa ada yang lucu. Potensi ini tanpa harus dilatih, insya Allah
sudah langsung dimiliki oleh setiap anak yang terlahir.
Kedua, potensi indera. Bukan saja panca indera yang selama ini kita kenal tapi
juga meliputi indera keseimbangan dan kinestetik yang membuat manusia bisa
berdiri, bergerak, berjalan dan beraktivitas. Kemampuan indera ada yang
dimiliki secara sempurna, tapi ada juga yang kurang sempurna. Namun bukan
berarti ketidaksempurnaan itu lantas menjadi suatu kelemahan, lantaran tidak
sedikit mereka yang tidak sempurna dalam satu sisi ternyata diberi keistimewaan
pada sisi yang lain. Untuk itu indera yang ada perlu dilatih agar bisa
berfungsi secara maksimal.
Berkenaan dengan ini tidak jarang kita temukan mereka yang tidak mampu melihat
dengan matanya tapi tetap bisa membaca bahkan di kala lampu sedang padam. Tidak
memiliki kaki untuk berjalan tapi bisa menjelajah ke seluruh dunia
memperkenalkan produk dan jasanya meski lewat dunia maya. Gagu dan sulit bicara
tapi kata-katanya bisa menginspirasi seluruh manusia melalui tulisannya. Inilah
beberapa contoh yang nampak jelas di depan mata kita bahwa keterbatasan indera
bukanlah kelemahan bagi anak-anak kita.
Ketiga, potensi akal. Dengan ini manusia bisa mengetahui mana yang baik dan
benar. Mengekplorasi banyak pengetahuan yang semula tidak diketahui, sehingga
dapat mengembangkan wawasan sekaligus menemukan cara dan solusi untuk mengatasi
persoalan yang dihadapinya. Tapi potensi ini tidak muncul dengan sendirinya,
perlu ada proses pembelajaran serta pelatihan untuk menstimulasi perkembangan
kemampuan akalnya secara bertahap.
Proses pembelajaran tentu memerlukan waktu yang cukup panjang dan kesabaran,
karena jangankan yang punya keterbatasan, yang terlahir normal pun tetap
memerlukan pembinaan dan bimbingan yang intensif. Sikap mudah menyerah itulah
yang sesungguhnya menjadi faktor terbesar terjadinya kegagalan, bukan
keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak.
Keempat, potensi hati. Potensi ini menjadikan manusia bisa merasa dan
berempati. Sehingga dengannya manusia bisa menghormati, menghargai dan
menunjukkan kepeduliannya terhadap kondisi orang lain. Selain itu, hati juga
bisa menjadi filter atas segala bentuk kebohongan, karena hati tidak bisa
berdusta.
Kemampuan dalam mengembangkan
potensi hati dapat melahirkan kepercayaan, motivasi, spirit dan penghargaan
yang seringkali menjadi modal utama seseorang meraih kesuksesan melebihi
potensi intelegensi atau akal. Begitu banyak orang yang mempunyai intelegensi
yang begitu tinggi, akhirnya justru gagal karena minimnya kecerdasan emosional
yang dimiliki.
Kelima, potensi agama. Potensi ini akan membimbing seluruh potensi yang ada
sehingga sesuai dengan kehendak Allah, memberikan batas yang boleh dan
dilarang, sekaligus membantu manusia bangkit dari berbagai masalah yang dihadapi
dengan keyakinan bahwa di balik segala kelemahan yang dimiliki masih ada Allah
Yang Maha Kuasa yang mampu menjadikannya mampu menghadapi segala macam ujian
dan tantangan. Tanpa potensi ini, seluruh potensi yang dimiliki seakan bisa
menjadi tidak berarti sehingga banyak orang mudah menyerah serta putus asa.
Inilah sejumlah potensi yang bisa kita bangkitkan dari anak-anak kita dalam
kondisi apapun mereka. Jawaban atas kondisi mereka ada pada upaya kita bukan
pada kenyataan keterbatasan yang mereka alami. Allah telah memberikan setiap
anak itu potensi, tinggal kita yang mau atau tidak untuk berusaha menumbuhkan
dan mengembangkannya. (AK)