Masuk dan Berkembangnya Pendidikan Islam di Indonesia

Punya Lembak - Untuk menganalisis masuknya pendidikan Islam di Indonesia, maka sangat tepat kiranya jika menelusuri proses masuknya Islam di bumi Nusantara tersebut, sebab pendidikan Islam di Indonesia memiliki perjalanan sejarah yang sama dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Informasi tentang Islam di bumi Nusantara telah diterima sejak orang Vanesia (Italia) yang bernama Marcopolo singgah di kota Perlak dan menerangkan bahwa sebagian besar penduduknya telah beragama Islam.Namun yang menjadi persoalan kemudian adalah kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia. Persoalan ini muncul akibat tidak adanya catatan sejarah yang menjelaskan secara otentik prosesi masuknya Islam di Indonesia. Kerabunan fakta sejarah inilah yang kemudian menimbulkan debatable yang cukup alot di kalangan para sejarawan, sehingga akhirnya memunculkan beberapa teori masuknya Islam di Indonesia. 

Berdebatan seputar masuknya Islam di Nusantara pada umumnya  dipartisi menjadi tiga teori yaitu: 1) Pendapat pertama dipelopori oleh  sarjana-sarjana orientalis Belanda, di antaranya  Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat (bukan dari Arab langsung) dengan bukti ditemukannya makam Sultan yang beragama Islam pertama Malik as Sholeh, raja pertama kerajaan Samudra Pasai yang dikatakan berasal dari Gujarat; 2) Pendapat kedua dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, di antaranya Prof. Hamka, yang megadakan seminar Sejarah masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temanya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad 7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke 13 (yaitu sudah ada sejak abad 7 M) melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayah di Asia Barat; 3) Pendapat ketiga dikemukakan oleh sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah yang mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya bahwa memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad ke 7 M tetapi baru dianut oleh pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke 13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Bagdad ibu kota Abasyiah oleh Hulagu. Kehancuran Bagdad menyebabkan pedagang Muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara.. Di samping itu, ada yang menyebutkan bahwa ketiga teori  yang dimaksud adalah teori Gujarat, teori Persia, dan teori Arabia.

Berdasarkan analisis para ahli, teori Gujarat dinilai memiliki kelemahan sehingga banyak para sejarawan kemudian “menelanjangi” teori tersebut dari berbagai aspek, Ahmad Mansyur Suryanegara misalnya mengatakan bahwa teori Gujarat ini hanyalah pembelokan sejarah. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa pra Rasulullah para pedagang Arab sudah berhubungan dengan Indonesia hal ini dapat dilihat dari sejumlah literatur sejarah yang berasal dari Cina, India, dan Arab. Di samping itu, Gujarat dikenal sebagai pusat Syiah, sementara Samudra Pasai adalah bermadzhab ahli sunnah, dengan demikian maka sangat keliru jika Islam dibawa dari Gujarat.

Penyebaran Islam di bumi Nusantara dilakukan oleh para pedagang muslim yang melakukan kontak dagang dengan penduduk setempat. Pedagang muslim ketika itu melakukan penyebaran Islam melalui beberapa jalur seperti perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik.Di samping itu penyebaran Islam juga sangat efektif dengan kekuasaan para penguasa yang sudah memeluk Islam. Dengan masuknya penguasa ke dalam Islam maka secara otomatis akan diikuti oleh rakyatnya dan tidak menutup kemungkinan akan diikuti juga oleh penguasa lainnya.

Faktor penting yang telah mendorong proses Islamisasi di bumi Nusantara di antaranya disebabkan oleh:

1. Portabilitas sistem keimanan Islam; sistem keimanan siap pakai dan berlaku  di mana pun sehingga sesuai bagi para pemeluk yang dinamis, hal ini berbeda dengan sistem kepercayaan lokal yang berpusat pada penyembahan arwah nenek moyang;

2. Asosiasi Islam dengan kekayaan; para pendakwah adalah saudagar-saudagar kaya raya yang tidak hanya terlibat dalam bidang perdagangan , tetapi juga dalam boidang politik dan diplomatik; dan

3. Introduksi kebudayaan peradaban literasi yang relativ universal. Introduksi ini berhasil membangun semangat rasionalisme dan intelektualisme bukan saja di kalangan kraton, tetapi juga di kalangan rakyat jelata,

4. Kejayaan militer;

5. Memperkenalkan tulisan;

6. Mengajarkan penghafalan;

7. Kepandaian dalam penyembuhan;

8. Pengajaran tentang moral.

Sikap keberterimaan masyarakat Nusantara akan kedatangan Islam sebagaimana dikemukakan tersebut di atas secara otomatis membentuk budaya tarbiyah di kalangan masyarakat. Pada tahap awal ini pendidikan Islam berlangsung secara informal di mana para da’i memberikan konsep-konsep pendidikan yang bersifat aplikatif dalam bentuk sikap, prilaku yang menjadi tauladan dalam kehidupan sehari-hari hingga akhirnya proses pembelajaran dipusatkan  di rumah-rumah, langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi pondok pesantren.

Keindahan sikap dan prilaku para da’i inilah yang kemudian menjadi daya pikat masyarakat untuk melakukan konversi besar-besaran ke dalam Islam hingga akhirnya terbentuklah komunitas dan selanjutnya muncul kerajaan Islam, tetapi ada juga di sebagian daerah di mana para Muballigh terlebih dahulu mengIslamkan penguasa setempat, dan dengan demikian masyarakat atau rakyatnya memeluk Agama Islam seperti yang terjadi di Kerajaan Malaka.

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Masa kerajaan islam, merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan Sejarah Pendididkan Islam di Indonesia, sebab sebagaimana lahirnya kerajaan Islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu, sangat mewarnai Sejarah Islam di Indonesia, terlebih-lebih agama Islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi negara/kerajaan pada saat itu.Karena itulah, bila kita berbicara tentang perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, tentu saja kita tidak bisa mengenyampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa kerajaan Islam.Berikut ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di Indonesia, serta bagaimana peranya dalam pendidikan Islam dan dakwah islamiyah tentunya. Kemudian pada masa penjajahan pendidikan islam mendapatkan perhatian khusus dari kolonial belanda dan jepang. Mereka beusaha untuk melumpuhkan Islam pada masa saat itu dengan membuat kebijakan yang membatasi proses berlangsungnya pendidikan Islam di Indonesia. Dan yang terakhir pada masa kemerdekaan. 

Setelah merdeka pendidikan Islam di Indonesia mendapatkan kedudukan dalam menjalankan proses pendidiakan nasional. Pada saat itulah pendidikan Islam mulai mendapat sorotan. Hingga munculah lembaga-lembaga pendidikan Islam dari zaman kerajaaan Islam hingga kemerdekaan. Seperti, pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam Negeri, Institut Islam Agama Negeri.

PENDIDIKAN  ZAMAN KERAJAAN ISLAM

Berdasarkan kunjungan Ibn Batutah pada tahun 1354, Samudera Pasai merupakan tempat studi islam paling tua. Rajanya selalu mengadakan halaqah setelah shalat jum’at sampai waktu ashar. Didalam halaqah tersebut para ulama berdiskusi tentang masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus yang mana biasa dilakukan di istana bagi anak-anak raja, di masjid-masjid, di rumah-rumah guru, dan surau-surau untuk masyarakat umum. Dari sinilah awal mula terbentuknya lembaga pendidikan islam.

Pendidikan agama islam di kerajaan samudera pasai semakin berkembang pesat. samudera pasai terus berfungsi sebagai pusat studi islam di asia tenggara. Selain di samudera pasai, Kerajaan Malaka dan Kerajaan Aceh juga menjadi salah satu pusat studi islam pada saat itu.

Sistem pengajaran bagi setiap muslim sama seperti negara-negara muslim yang lain, yaitu dengan pengajian Al-qur’an dengan mempelajari tajwid, juz ‘Amma untuk tahap pemula.  Untuk tahap selanjutnya merek membahas tentang persoalan fiqih dan tasawuf. Selain kegiatan diatas para ulama juga mengajarkan kepada murid-muridnya menerjemahkan bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu.

Pendidikan islam terus berkembang setelah para ulama mengarang buku-buku pelajaran keislaman menggunakan bahasa melayu. Ulama yang berperan antara lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin Al-Raniri, Abd. Rauf singkel dan masih banyak ulama lainnya.

Seiring dengan berkembangnya zaman, setiap daerah mempunyai istilah untuk lembaga pendidikannya. Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut pesantren, di Aceh dikenal dengan sebutan dayah atau rangkang, di Minang Kabau disebut dengan surau. Di Kalimantan dikenal dengan langgar

Di jawa sebelum islam datang, pesantren sudah dikenal sebagai lembaga pendidikan agama Hindu. Namun, setelah islam masuk nama itu menjadi lembaga pendidikan islam yang didirikan oleh para penyiar agama islam.dari lembaga inilah islam menyebar keberbagai pelosok Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Timur. Contoh pesantren yang didirikan pada saat itu adalah, Pesantren Giri yang didirika oleh Sunan Giri pada tahun 1485 dan Pesantren Gresik yang didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim merupakan pesantren pertama di Jawa., pesantren Gunung Jati Cirebon.

Semua ilmu pendidikan islam di Nusantara ditulis dengan huruf Arab Melayu. Metode pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan islam itu adalah sorogan dan bandungan. Sorogan adalah sistem pengajaran yang bersifat individual, biasanya bagi muri pemula. Sedangkan metode bandungan adalah sekelompok santri yang mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, mengulas buku-buku islam dalam bahasa Arab yang disebut “kitab kuning” dengan cepat.

Ada beberapa kebudayaan Hindu-Budha yang disesuaikan dengan agama dan kebudayaan islam seperti;

A. Gerebeg disesuaikan dengan Hari Raya Idul Fitri dan Maulid nabi disebut Gerebeg poso dan Gerebeg Mulud.

B. Gamelan Sekaten yang dibunyikan pada Gerebeg Maulud dipukul di halaman masjid Agung.

C. Acara tepung tawar yang diiringi denga salawat Nabi,dsb.

Tiap anak laki-laki dan perempuan yang sudah berumur tujuh tahun wajib belajar.apabila pada umur tersebut mereka belum bisa mengaji maka akan menjadi olok-olokan. Biaya pendidikan islam pada saat itu ditanggung oleh masyarakat islam itu sendiri, melalui zakat, wakaf, pembayaran suatu hajat penduduk desa.    

PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN PENJAJAHAN

A. Pendidikan Zaman Belanda

Penaklukan bangsa barat atas Indonesia/Nusantara dimulai dalam bidang perdagangan, dengan kekuatan militer. Kedatangan mereka memang membawa kemajuan dibidang teknologi, tetapi tujuan sebenarnya adalah untuk meningkatkan hasil jajahan. Tidak ada hal baru yang mereka ajarkan untuk perkembangan pendidikan, akan tetapi westernisasi dan kristenisasi yang mereka kenalkan.

Awal mulanya, Belanda (tahun 1610) membiarkan saja pendidikan islam di Nusantara. Akan tetapi, lambat laun mereka mengubah pendidikan islam sedikit demi sedikit. Belanda mulai berusaha melumpuhkan pengaruh islam, dimulai dari daerah yang dikuasai di Yogya dan Surakarta. Yang kemudian mendapat perlawanan dari masyarakat dan alim ulama Diponegoro. Akan tetapi mereka dapat ditaklukkan. kemudian belanda berusaha menaklukkan organisasi-organisasi islam, zakat,wakaf, iuran untuk biaya pendidikan dihapuskan. Belanda juga orang yang tidak tahu soal agama menjadi tuan kadi, dan menjadi anggota Mahkamah Tinggi. Karena usaha-usaha inilah, pendidikan islam lama kelamaan menjadi mundur dan maki terdesak oleh pendidikan barat.

Di jakarta, ketika Van den bosch menjadi gubernur jenderal di jakarta tahun 1831, ia mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah gereja diperlukan sebagai sekolah pemerintah belanda. Departemen pendidikan menjadi satu. Disetiap daerah didirika satu sekolah agama kristen

Pada tahun 1819 Van den Capellen merencanakan berdidinya sekolah dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah belanda. Akan tetapi dia menganggap bahwa pendidikan islam tidak membantu pemerintah belanda. Belanda ingin mendirikan sekolah-sekolah dasar untuk menyaingi pesantren, madrasah,pengajian, dan lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya.

Pada tahun 1900 Masehi kemunduran pendidikan di Nusantara mencapai puncaknya. Tahun 1925, belanda mengeluarkan peraturan lebih ketat, bahwa tidak semua kyai boeh mengajar pengajian. Peraturan ini muncul karena tumbuhnya organisasi pendidikan pada saat itu, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, Al-irsyad, Nahdhatul Wathan, dan lain-lain.masih banyak lagi kebijakan-kebijakan pemerintah Belanda terhadap bangsa pribumi khususnya muslim pribumi.

Jika kita melihat peraturan-peratura belanda ini, seolah-olahpendidikan islam akan lumpuh. Akan tetapi apa yang kita saksikan sebaliknya. Pada tahun 1901 belanda melakukan politik etis, yaitu mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa yang memberikan hak-hak pendidikan bagi pribumi dengan tujuan mempersiapkan pegawai-pegawai yang  bekerja untuk Belanda. Belanda tidak mengakui lulusan-lulusan pendidikan tradisional. Di luar dugaan dengan didirikan sekolah rakyat orang pribumi dapat mengenal sistem oendidikan modern yang kemudian mereka terapkan untuk mengadakan pembaharuan dibidang agama dan pendidikan. Maka lahirlah gerakan pembaharuan pendidikan islam.

B. Pendidikan Zaman Jepang

Jepang menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda dalam perang Dunia II pada tahun 1942dengan semboyan Asia Timur Raya atau Asia Untuk Asia.

Pada masa awalnya pemerintah Jepang seakan-akan membela kepentingan islam sebagai siasat untukmemenangkan perang. Untuk menarik dukungan rakyat Indonesia, pemerintah membolehkan didirikannya sekolah-sekolah agama dan oesantren-pesantren yang terbebas dari pengawasan Jepang. Kebijakannya sebgai berikut:

1. Kantor urusan agama pada masa belanda disebut kantor Voor islamistische Saken diubah menjadi Sumubu yang dipimpin oleh ulama islam itu sendiri, yaitu K.H. hasyim Asy’ari dari Jombang dan didaerah-daerah disebut Sumuka.

2. Pondok pesantren mendapat bantuan dari pembesar Jepang

3. Sekolah-sekolah Negeri diberi pelajaran budi pekerti/agama

4. Membentuk berisan Hizbullah yang memberi latihan dasar kemiliteran pemuda islam

5. Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam

6. Ulama islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA)

7. Umat islam mendirikan Majlis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi)

Maksudnya dari pemerintah Jepang agar kekuatan umat islam dan nasionalis bisa diarahkan untuk kepentingan memenangkan perang yang dipimpin oleh Jepang.

Dalam bidang pendidikan, guru-guru mengikuti pelatihan yang diadakan oleh jepang untuk mendoktrinisasi dalam kemakmuran bersama. Yang mana para guru diambil dari tiap-tiap kabupaten. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa pengantar semua sekolah dan menjadi mata pelajaran utama. Pihak Jepang juga mewajibkan para murid untuk mempelajari adat istiadat Jepang. mereka juga diharuskan melakukan kerja bakti  sepertimengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama, memperbaiki jalan dan lain-lain

Demikianlah sekolah-sekolah pada masa jepang mengalami kemunduran dibandingkan dengan masa Belanda. Namun,masalah yang paling penting pada sekolah-sekolah itu  adalah nasionalisasi, bahsa pengantar, serta pembentukan kader-kader muda untuk tugas berat di masa mendatang.

Baca Juga : Sejarah pembaharuan peradaban islam di nusantara

Pendidikan Zaman Kemerdekaan

Setelah merdeka, pendidikan islam mulai mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Selain itu pendidikan agama disekolah juga mendapat tempat yang teratur, seksama dan penuh perhatian. Pendidikan islam setahap demi setahap dimajukan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata diri ditengah-tengah realitas sosial modern dan kompleks.

Sekolah agama termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. pendidikan islam terus ditingkatkan. Tuntutan untuk mendirikan Perguruan Tinggi juga meningkat.

Komersialisasi Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan merupakan hal mendasar yang harus diperoleh oleh semua warga negara. Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa melihat status sosial warga tersebut. Hal ini diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun idealitas ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah akibat meruaknya praktik komersialisasi pendidikan yang menyebabkan idealitas hanya sebatas impian belaka.

Dewasa ini pendidikan semacam diperjualbelikan oleh sebagian oknum yang memegang kendali atas pendidikan dan lembaga pendidikan. Dengan embel-embel "pendidikan yang bermutu itu harus mahal" mereka berlomba mendapat keuntungansebesar-besarnya. Komersialisasi ini pun telah berdampak pada tingginya biaya pendidikan. Secara gamblang, masyarakat “disuguhi sesuatu” yang (seolah-olah) mengamini kondisi tersebut. Contoh sederhana dapat dilihat ketika memasuki tahun ajaran baru.

 Tak terbayangkan betapa banyaknya orang tua yang mengeluh akibat buku pelajaran yang digunakan tahun ajaran sebelumnya tidak lagi dapat digunakan di tahun ajaran berikutnya.

Kondisi ini tentu sangat memberatkan masyarakat yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Siswa dipaksa menggunakan buku pelajaran baru sebagai pengganti buku lama yang konon “tidak layak” dipakai acuan lagi, dengan harga yang relatif tinggi. Padahal jika dicermati, materi atau pokok bahasan di dalamnya sama persis, tanpa ada “ilmu” baru yang dicantumkan. Permasalahan dunia pendidikan tentunya tidak hanya sebatas buku-buku pelajaran saja. Masih banyak pula bentuk-bentuk komersialisasi tak jelas, seperti pungutan-pungutan “sukarela”, namun dengan jumlah minimal yang telah ditentukan masing-masing lembaga pendidikan.

Di sisi lain, pengelolaan dunia pendidikan islam kita juga masih menggunakan konsep liberal. Artinya, konsep dunia pendidikan ini lebih mengutamakan kompetisi daripada persamaan hak untuk memperoleh pendidikan. Jika tetap mengedepankan pola ini, bagaimana nasib siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu? Begitu mudahkah sistem merampas hak-hak mereka?

kalau kita kaji akar masalah terjadinya komersialisasi dalam pendidikan islam khususnya di Indonesia hal ini merupakan rangkaian dari suatu system besar, baik ideologi, politik, ekonomi, maupun budaya yang melilit masyarakat kita. Diantara akar masalah itu adalah:

Secara ideologi makin kuatnya cengkeraman ideologi kapitalisme yang melanda Indonesia. Hal ini sebagai hasil dari masuknya investasi asing yang secara resmi dibuka sejak tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang – Undang tentang Investasi Asing.

Secara politis penguasa Orde Baru bermaksud  ingin menghapus kesan bahwa sekolah itu mahal, tapi secara ekonomis tidak memberikan topanangan dana yang cukup, sehingga sekolah dapat berkembang secara leluasa tanpa mengalami hambatan dana. Akibatnya, sekolah dibiarkan untuk mengambil inisiatif menggali daftar ulangbagi murid lama. Hal ini menunjukkan sikap pemerintah bersikap ambivalen terhadap praktik - praktik penyelewengan pendidikan itu. Hal ini di tambah lagi dengan para pengelola sekolah idak mampu dalam menajerianya.

Secara budaya, bersamaan dengan makin kuatnya cengkeraman  ideology kapitalis,di masyarakat mulai muncul nilai-nilai baru tentang keberhasilan, budaya meterialis mulai menguasai masyarakat,sehingga ukuran keberhasilan seseorang pun dilihat secara materialistis. 

Dampak Positif dan Negatif  Perekonomian Dalam Pendidikan Islam di Indonesia.

Salah satu dampak negatif dari komersialisasi pendidikan Indonesia adalah mahalanya biaya pendidikan sehingga memberatkan masyarakat miskin untuk membayar biaya pendidikan. Akan tetapi, ada juga dampak positifnya yaitu dengan biaya pendidikan yang cukup tinggi adalah untuk menunjang mutu pendidikan itu sendiri.

Baca Juga : Sejarah Pembaharuan Peradaban Islam di Nusantara

      Beberapa tokoh yang berperan dalam Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

1. Kiyai H. Ahmad Dahlan

Dilahirkan di yogjakarta pada tahun 1869 M. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman dan ibunya seorang puteri Haji Ibrohim seorang penghulu. Ia berusaha menyadarkan masyrakat akan pentingnya membuag kebiasaan yang tidak baik dan menurut pendapatnya tidak sesuai dengan Islam dan berlandaskan cita – cita agama Islam.

2. Kyai Haji Hasyim Asy’ari

Dilahirkan di jombang, Jawa Timur pada tanggal 14 februari tahun 1981 M. Beliaulah yang mendirikan pesantren yang lumayan terkenal pada saat ini yaitu pesantren Tebuireng. Di pesantren inilah Kyai Hasyim Asy’ari dibantu dengan Kyai-Kyai lain. Selain itu beliau juga menjadi pimpinam Masyumi, Hizbullah, GPII, dan lain-lain.

3. Kyai Abdul Halim

Lahir di Ciberelang, majalengka pada tahun 1887M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat. Dia berhasil mendirikan persyarikatan ulama. Ia memegang teguh mazhab Syafi’i. tablighnya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakkan etika didalam masyarakat.