PUNYA LEMBAK - Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. dan disebarkan dijazirah Arab yang diawali dengan sembunyi-sembunyi. Setelah pengikut agama Islam telah banyak dari keluarga terdekat Nabi dan sahabat maka turun perintah Allah untuk menyebarkan Islam secara terang-terangan. Namun dalam penyebarannya tidak berjalan mulus, Rasulullah dalam menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari suku Quraisy . Islam disebarkan dan dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh para penganutnya yang setia membela Islam meski harus dengan pertumpahan darah dalam peperangan.
Setelah Rasullah wafat, kepemimpinan Islam dipegang oleh khulafaur Rasyidin. Pada perkembangannya Islam mengalami banyak kemajuan maju. Islam telah disebarkan secara meluas keseluruh wilayah Arab. Pada masa khulafaur Rasyidin Al-Quran telah dibukukan dalam bentuk mushaf yang dikenal dengan mushaf utsmani.
Meskipun Islam telah berkembang’ namun juga banyak mendapat tantangan dari luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan didaerah hingga peperangan. Salahsatu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan Muawiyah dengan khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase, sehingga Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut dari Ali bin Abi Thalib ingin membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena dianggap telah kafir dan halal dibunuh. Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh.
Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan berganti dengan pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sofwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala aspek hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelh wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarrkan khilafah kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
B. Khalifah Dinasti Abbasiyyah
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut.
A. Bani Abas (750-932 M )
1) Khalifah Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
2) Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
3) Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
4) Khalifah Al Hadi (775-776 M)
5) Khalifah Harun Al-Rasyid (776-809 M)
6) Khalifah Al-Amin (809-813 M)
7) Khalifah Al-Makmun (813-633 M)
8) Khalifdah Al-Mu’tasim (833-842 M)
9) Khalifah Al-Wasiq ( 842-847 M)
10) Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)
B. Bani Buwaihi (932-1075 M)
1) Khalifah Al-Kahir (932-934 M)
2) Khalifah Ar-Radi (934-940 M
3) Khalifah Al-Mustaqi (943-944 M)
4) Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)
5) Khalifal Al-Mufi (946-974 M)
C. Bani Seljuk
1) Khalifah Al-Muktadi (1075-1048 M)
2) Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
3) Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)
Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a. Periode Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi
Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lama berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti
sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
Baca Juga : Sejarah Pembaharuan Peradaban Islam di Nusantara
b. Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua, profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c. Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.
d. Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.
e. Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.
C. Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah
Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki perkembangan dan kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan “The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut :
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja.
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan, maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian tersebut ialah (1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request).
Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode Abbasiyah, antara lain, Diwan al-Syurtha (Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-Surtha yang beda dengan zaman Umayyah, mereka terbagi tugasnya sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka paling utama adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa masyarakat. Sementara itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.
Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki tugas masing-masing dalam pemerintahan daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan yang sangat penting.
Demi kelancaran admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam beberapawilayah administrasi yang dapat disebut provinsi dan masing-masing provinsi yang dikepalai seorang Amir yang melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. Khalifah yang mengangkat dan memecat atau memindahkan ke Provinsi lain. Pada umumnya, pendapatan provinsi digunakan untuk provinsi dan sisanya di kirim ke pemerintah pusat.
2. Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti efektif. Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki.
3. Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam sel\lu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam ma’had.
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong kepada paham Mu’tazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi pendidik anak-anak Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara pada masa Khalifah Ma’mun (827 M). Mu’tazilah adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih menggunakan rasio baik dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan dengan ajaran Islam. Inilah faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan melalui Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa Barat Daya seperti Seville, Cordova, al-Hamra.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat Islam, semasa Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Qur’an dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum. Sedangkan perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain lain.
4. Peran Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa arab.
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdadsebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua kedua.
Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang yang telah dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul ulama-ulama besar .
Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di dunia Islam.
D. Fakto Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.
1. Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini mulai mengalami kemunduran. Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah.
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.
Dalm buku yang ditulis Abu Su’ud, disebutkan faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain :
Ø adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki
Ø terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah.
Ø munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan.
Ø akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
2. Eksternal
Disamping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M) dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat mengganggu di wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.
Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Baghdad selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, maka hilanglah Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.
Sedangkan faktor ekstern yang terjadi adalah
• berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan.
• pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
0 Komentar