A. Pengertian Qalbu
Makna qalbu itu sendri yang bersifat kondisional (ahwal )
dan tidak memiliki makna yang statis ( maqmah ). Qalbu
tidak mungkin dengan batasan-batasan atau ketentuan dengan batasan
ukuran-ukuran yang pasti. Meminjamkan ungkapan dari pasal ,
"Le Coeur suatu jatah que la raison neconnait pas" hati
memiliki akalnya sendiri yang tidak biasa dimengerti oleh akal budinya
". Pascal melakukan itu hanya bisa jika saja mau mengeluarkan suara
hati ( lagique de Coeur ). Meskipun teka-teki lebih
ditegaskan bahwa hanya mungkin, dan bebaskan, ingin, mau Terapkan kata hati,
bukan hanya mendengar.
http://teamdakwahkhalifah.blogspot.com/ |
Qalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya kebenaran
ilhaih, yaitu ruh. Sejak sejak alam ruh, kita telah melakukan kesaksisan
kebenaran.
'' Dan (ingatlah), kompilasi Tuhanmu mengeluarkan keturan anak-anak Adam dari
sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka (seranya
berfirman), 'Bukanlah Aku ini Tuhanmu?' mereka menjawab, 'Betul (Enkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi ..' '' (al-A'raaf; 172)
Pengertian qalbu ( bentuk masdar ) dari qalbu yang artinya 'berubah-ubah, berbolak-balik, tidak konsisten, berganti-ganti'. Pokok qalbu merepukan lokus atau tempat di dalam wahana jiwa manusia yang merupakan titik utama atau bergerak dari sesuatu yang bergerak ke arah yang baik dan keburukan. Qalbu juga merupakan saghafa atau hamparan yang Menerima Suara hati (hati nurani) yang berasal dari ruh dan sering pula disebut dengan nurani (alam cahaya) yang menerangi atau memberikan arah kepada manusia untuk bertindak dan bertindak berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimilikinya.
Dengan
qalbu, Allah ingin memanusiakan manusia, memuliakannya dari segala makhluk yang
diciptakan – Nya. Sebaiknya, karena qalbu itu pula, manusia membinatangkan
dirinya sendiri. Hal yang biasa terjadi termasuk bagi manusia. Itulah
sebabnaya, Allah menepatkan qalbu sebagai sentral kesadaran manusia. Allah
sendiri tidak memperdulikan tindakan yang tampak kasat mata, bahkan Allah
memaafkan kesalahan yang tidak dengan sengaja disuruhkan oleh hati nuraninya
perbuat.
Salah satu fungsi qalbu adalah getaran dan diskusi; yang memungkinkan dia
menggunakan fungsi-fungsi indrawi yang dirangkaum dan dipantulkan kehati ke
dunia luar, dan proses ini kita sebut saja sebagai menghayati. Dengan demikian,
didalam qalbu, selain memiliki fungsi indrawi, didalamnya ada ruhani, yaitu
moral dan nilai-nilai etika; artinya dialah yang menentukan tentang rasa
bermasalah, baik buruk, dan mengambil keputusan berdasarkan tanggung jawab
moral tersebut.
B. Pengertian Nafs
Nafs adalah muara yang menampung hasil oleh fu'ad, shadr ,
dan hawaa yang kemudian menampakkan dirinya dalam bentuk penanganan nyata
dihadapan manusia lainnya. Nafs yang mempresentasikan dari ada ( menjadi )
menjadi mengada ( menjadi). Dengan Nafas KONSUMSI manusia
menampakkan dirinya diikuti dunia. Ali ra berkata, 'Tidak ada sesorang pun
yang mampu menyembuyikan sesuatu, kecuali akan ditampilkan dari ucapan dan
udara mukanya.' '
Ketika nafs pencerahan dari cahaya qalbu, maka dinding biliknya cenderang
memantulkan binar-binar kemulian. Jiwa nafs yang melangit, merindu, dan
menemukan wajah tuhan akan menstabilkan ketenangan cinta ilahi.
Pantaslah bahwa orang yang berhak mendapatkan cinta Allah hayalah mereka yang
jiwanya tenang (nafsul muthmainah ).
“Hai yang jiwa yang tenang.kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi dhiridhai-Nya.maka, masuklah ke jamaah hamba-hamba-ku, dan masuklah ke surga-ku.” (Al-fajar: 27-30)
Nafsul
muthmainah adalah gelora batin yang menampakan fu'ad dan shadar dalam bentuk
nya yang yata, membumi, dan memberikan pantulan kepada lingkungan diri dan
orang lain. Nafs pembenaran gelar "mutmainah ",
selama cara dia mempresentasikan perilaku ilahi dalam bentuk tepat lurus
( shirathal mustakim ), qalbuya salim lengkap peyerahan diri
kepada Allah, fu'ad-nya tajm untuk memilih yang baik dan yang buruk dan
shadr-nya bermuatan Meningkatkan cinta yang merindu. Nafs adalah
penampakan wajah batin dan lahir yang penuh dengan pengharapan untuk
mendapatkan rahmat Allah.
Sebaliknys, nafs yang gelisah penuh api hanya akan mendapatkan gelar ammarotum
bis suu'' jiwa angkara 'membelokkan dia menjadi muarabing karena
menampung fu'ad dan shadr yang
cacat, rusak dan busuk ( cacat, pembusukan ).
“ Sesungguhnya nafsu itu selalu menolak untuk
kejahatan, Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun dan maha penyayang.” (Yusuf: 53)
Ketika fu'ad disimbolkan berada dalam kepala ( otak
hipotalamus ), shadr dalam dada dan detak hati, juga dalam hawaa dalam
rongga perut dan kelamin, maka nafsmerupakan arti atau menunjuk
dari semuanya. Nafs adalah diri manusia itu sendiri.
Kewajiban fu'ad dan shadr terlebih harus
mampu mengendalikan dan menempatkan hawaa pada posisi positif, serta mendorong
seluruh saluran nya yang terbuka untuk review diisi oleh hub yang memancar dari
qalbu, karena potensi hawaa yang negatif dan sudah dikuasai oleh nyala api
dunia, akan menjadi faktor pengurang bahkan menghapuskan seluruh potensi qalbu
lain dari berbagai cara dan energi dan dari fu'ad dan shadr ..
Hanyalah saja harap diperhatikan bahwa wal hawaa sudah
dikuasai, kulitas penampakan nafs akan tetap dengan positif
atau negatifnya antara kedua potensi tersebut.Sehingga, dapat dikategorikan ke
dalam empat kepribadian nafs yang tampak di presepsi luar
(dengan asumsi hawaa adalah positif), yaitu sebagai berikut:
a. Saghafa
sa'adah (kebahagiaan).
b. Saghafa
hazn (kesedihan).
c. Saghafa
hammi (kebimbangan).
d. Saghafa majnun (kegilaan).
C. Pengertian Akal
Hal
yang perlu diingat adalah bahwa kata al-'aql (sebagai kata dasar) tidak di
jumpai di dalam Al-qur'an al-Karim sama sekali, dalam kata kata devirasi atau
bentuk jadian yang berupa kata bek, semisal ya'qilu, na 'Qilu, ta'qiluna,
ya'qiluna,' aqillu yang mencapai 50 kata.
Ada beberapa pengertian tentang aql. Pertama, aql
adalah potensi yang siap menerima ilmu teoritis. Kedua, aql adalah
pengetahuan tentang hal-hal yang mungkin dan sesuatu yang mungkin yang muncul
pada malam hari, seperti pengetahuan yang lebih banyak dari pada satu dan
kemustahilan seseorang dalam waktu yang bersamaan berada di dua
tempat. Ketiga, aql adalah pengetahuan yang dapat digunakan dalam berbagai
kondisi. Keempat, aql adalah potensi untuk mengetahui sesuatu dan memukul
syahwat yang mendorong pada kelezatan sesaat.
Dengan demikian orang yang berakal adalah orang yang ada
didalamnya atau tidak melakukan perbuatan yang akan muncul bukan hasil pada
syahwat yang mendatangkan kelezatan sesaat. Aql yang pertama dan detik
merupakan bawaan sementara aql yang terpisah dan longgar merupakan usaha.
Di dalam al-Qur`an, kata aql dalam bentuk kata-kata tidak
ditemukan yang ditemukan di dalam al-Qur`an adalah kata penyusunannya ya'qilun,
ta'qilun dan seterusnya. Aqala (fi'il Madli, kata kerja lampau) berarti
bertahan atau mengikat.Dengan demikian al-A'qil (isim gagal) berarti orang yang
berjuang atau mengikat hawa nafsunya. Nafsunya terkendali karena diikat atau
memenangkan. Sedangkan orang yang tidak memiliki aql tidak mengikat
nafsunya menjadi nafsunya berbohong tidak terkendali.
D. Pengertian Ar Ruh
Ruh adalah
pusat yang didalamnya manusia tertarik dan kembali pada sumbernya. Ruh ini tidak
bisa dilihatnya oleh orang yang telah merilis “kedua dunia” ini. Tidak ada
di dalam maupun di luar tubuh, tidak terkunci dan terlepas. Ia ada di
dalam juga di luar, dan terlepas.
Al-ruh dalam pertama adalah yang organik
yang mengandung darah yang bersumber dari rongga al-Qalb al-Jasmani . Melalui
nadi-nadi yang berdenyut ( al-'uraq ad-daw ā rib )
didistribusikan ke seluruh tubuh. Sirkulasi darah ke seluruh tubuh untuk
mengisi cahaya -pos cahaya kehidupan, indera, persepsif, penglihatan,
pendengaran, indera penciuman, dari sana, dapat dimisalkan dengan timbulnya cahaya
dari lampu dalam minyak lentera rumah. Para dokter, kata ganti
kata al-ruhmaksudnya adalah teminologi
tersebut. Pengertian kedua, al-ruh bermakna latifahyang
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang ada pada manusia. Inilah salah
satu makna antara dua makna yang dimiliki kalbu .
Amatullah Amstrong , Kunci Memasuki Dunia Tasawuf ,
(Bandung: Mizan, 199 8).
Muhammad 'Abdullah asy-Syarqawi, Sufisme dan Akal , (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2003).
0 Komentar