ANALISIS SOSIOMETRI (Implikasinya dalam Bimbingan dan Konseling)

Keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia berjalan melalui proses yang panjang, kurang lebih 40 tahun yang lalu. Pada saat ini pelayanan bimbingan dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian terpadu dalam sistem pendidikan nasional.

Pelayanan bimbingan dan konseling sekarang ini menuntut standard profesi yang memenuhi persyaratan nasional dan internasional (dalam rangka antisipasi persaingan global dengan profesi yang sama dari negara lain). Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi (PPTK & KPT) telah melakukan kolaborasi dengan Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN) mengembangkan dasar standardisasi profesi konseling yang merupakan langkah strategis dalam rangka profesionalisasi dan proteksi terhadap tenaga konselor di Indonesia. Di sisi lain dasar standardisasi profesi konseling tersebut mempunyai konsekuensi logis, bahwa setiap konselor senantiasa wajib hukumnya untuk mengembangkan wawasan, kemampuan, dan keterampilan dalam memberikan layanan kepada pelanggannya (klien).

Teknologi dalam bimbingan dan konseling sekarang ini makin dirasakan manfaatnya untuk menunjang pelayanan yang diberikan konselor kepada klien. Teknologi dalam arti kata instrumentasi bimbingan dan konseling perlu dipahami, dikembangkan dan digunakan untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan klien. Sosiometri sebagai salah satu instrumen non-tes mempunyai implikasi bagi pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu pemahaman, pengembangan, dan praktek sosiometri secara intens oleh setiap konselor, diharapkan memberikan dampak positif kepada klien. 

Pengertian Sosiometri

Jacob Levy Moreno membuat istilah sosiometri dan menggunakannnya dalam studi tentang sosiometri yang dilakukan antara 1932-1938 di New York State Training School for Girl in Hudson, New York (Hofman, 2001). Istilah sosiometri berasal dari bahasa Latin “socius” yang berarti sosial, dan “metrum” yang diartikan sebagai pengukuran. Berdasarkan kata dasar ini, sosiometri  digunakan sebagai cara untuk mengukur tingkat antarhubungan individu dalam kelompok. Pengukuran tentang antarhubungan tersebut berguna tidak hanya dalam melakukan assessment terhadap perilaku individu dalam kelompok, tetapi juga untuk melakukan intervensi untuk menghasilkan perubahan positif dan menentukan seberapa luasnya perubahan itu. Dalam kerja kelompok, sosiometri merupakan alat untuk mengukur kekuatan penurunan konflik dan memperbaiki komunikasi, karena sosiometri kelompok membolehkan kelompok untuk melihat dirinya secara objektif dan untuk menganalisis dinamika kelompoknya. Sosiometri ini juga alat yang bagus untuk mengassess (assessing) dinamika dan perkembangan dalam kelompok pencurahan untuk terapi atau pelatihan. Dengan demikian, sosiometri merupakan alat untuk mengukur hubungan antarpribadi dalam suatu kelompok.

Dalam perkembangan bimbingan konseling sekarang ini, sosiometri digunakan sebagai metode pemahaman individu untuk mengukur interaksi sosial dalam suatu kelompok. Popin Dictionary Home Page (2001) mendefinisikan sosiometri sebagai suatu metode yang digunakan untuk mempelajari hubungan antar pribadi dalam suatu kelompok orang, pengukuran perilaku sosial manusia. Pengertian sosiometri tersebut dapat dijelaskan sebagai:

1. Suatu metode untuk mempelajari hubungan antar pribadi dalam suatu kelompok. Di sini pribadi mempunyai makna sebagai manusia jika ia berada dalam kelompok. Karena dalam kehidupan kelompok ia dapat berhubungan dengan manusia yang lain, makna ke-manusia-annya hanya ada jika ada kelompok manusia.

2.  Suatu cara untuk mengukur perilaku sosial manusia, yaitu mengukur bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain dalam kelompoknya, bagiamana ia memandang orang lain dalam kelompoknya, bagaimana ia memilih orang lain sebagai teman dalam kelompoknya, bagaimana kelompok mengembangkan struktur sosial.

Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, sosiometri dapat diartikan sebagai suatu metode atau teknik untuk memahami individu terutama untuk memperoleh data tentang jaringan hubungan sosial antarindividu (antarpribadi) dalam suatu kelompok, berdasarkan preferensi pribadi antara anggota-anggota kelompok. Preferensi pribadi dinyatakan dalam kesukaan untuk berada bersama dalam melakukan kegiatan tertentu, atau dinyatakan dalam ungkapan perasaan terhadap anggota-anggota kelompok untuk melakukan suatu kegiatan tertentu. Dalam hal ini sering terjadi bahwa dalam kegiatan yang berbeda, individu memilih teman yang berbeda pula.

Pemahaman individu dengan sosiometri dapat dilakukan melalui analisis sosiometri, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif merupakan analisis indeks sebagaimana yang sudah kita kenal selama ini. Sedangkan analisis kualitatif, menurut hemat penulis, belum banyak dibahas. Oleh karena itu dalam Konvensi Nasional XIV ini kedua model analisis tersebut dilokakaryakan.

Analisis Kuantitatif Sosiometri

Analisis sosiometri secara kuantitatif adalah analisis indeks. Dalam analisis ini kita menghitung berapakah jumlah indeks setiap individu dalam tiap-tiap kelompok yang dikenai sosiometri.

Di dalam analisis indeks ini ada tiga kedudukan individu dalam kelompoknya, yaitu:

1.      status pemilihan (choice status: cs)

2.      status penolakan (rejection status: rs)

3.      status pemilihan penolakan (choice and rejection status: crs). 

D.      Analisis Kualitatif Sosiometri

Analisis sosiometri secara kualitatif dilihat dari (1) alasan-alasan yang dikemukakan responden dalam memilih dan/atau menolak orang lain sebagai anggota kelompok yang akan dibentuk, dan (2) jaringan sosial yang memberikan gambaran tentang hubungan antar individu dalam kelompoknya, dan hubungan antar anak dalam kelompok.

1.    Alasan yang dikemukakan responden dalam pemilihan teman belajar misalnya:

a.    Alasan memilih, seseorang dipilih sebagai teman belajar karena ia cerdas/ pintar, dapat bekerja sama, baik hati,rumahnya dekat, suka humor, mudah bergaul dengan orang lain, teman akrab (sahabat dekat), disiplin, kreatif, rajin dan bertanggung jawab, suka membantu orang lain yang mengalami kesulitan, tidak mementingkan diri sendiri, tidak mudah menyerah menghadapi kesulitan, tidak mementingkan diri sendiri, memiliki kelebihan dari orang lain, periang, sungguh-sungguh atau serius, sopan santun, tidak mudah tersinggung, tidak suka memihak, wawasannya luas.

b.     Alasan menolak, seseorang ditolak sebagai teman belajar karena ia cenderung nakal, malas, rumahnya jauh, banyak bicara (banyak omong, cerewet), sombong, suka bercanda, tidak simpatik, bicara kasar (kotor, jelek), cenderung kurang/tidak serius, sulit bekerja sama, tidak/kurang bertanggungjawab, suka menghina orang lain, suka bermain-main sendiri pada waktu pelajaran, tindakannya semaunya sendiri, kurang berusaha, keras kepala, kurang/tidak pintar, menganggap dirinya paling benar, sok pintar, kurang rasa percaya diri, menjengkelkan, pendiam, suka membolos, suka menyontek, sering ceplas-ceplos, tergantung pada orang lain, tidak mau berusaha, tidak suka membantu orang lain.

2.    Dalam suatu kelompok kelas dapat terbentuk jaringan sosial, baik sesama anak laki-laki, sesama anak perempuan, maupun jaringan sosial yang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan. Dengan melihat jaringan sosial tersebut, konselor dapat memahami interaksi sosial dalam kelas, dalam jaringan sosial kecil tertentu, maupun antar jaringan sosial.

Untuk memahami lebih jelas jaringan sosial itu seperti apa, ahli sosiologi menggunakan alat peraga berupa titik-titik tertentu dan garis. Satu titik dapat sebagai orang, kelompok, negara. Satu garis dapat menjadi semacam hubungan sosial yang menghubungkan dua titik. Hubungan dapat berupa persahabatan (friendship), saling berkunjung, transaksi bisnis, hubungan romantis, diagram informasi, sumber, pengaruh, atau kekuatan, atau suatu ekspresi perasaan senang, simpati, ramah tamah.

Implikasi Analisis Sosiometri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Pemahaman guru pembimbing terhadap sosialisasi siswa merupakan hal yang penting dalam rangka pemahaman individu. Dengan pemahaman tersebut guru pembimbing dapat mendeskripsikan siswa-siswa yang mengalami masalah sosial, dan yang tidak mengalami masalah sosial. Selanjutnya guru pembimbing dapat melakukan berbagai layanan bimbingan dan konseling yang berfungsi pencegahan timbulnya masalah interaksi sosial, pengatasan masalah interaksi sosial, pemeliharaan dan pengembangan interaksi sosial siswa. Untuk memahami interaksi di antara para siswa, guru dapat menggunakan metode sosiometri.

Sosiometri merupakan teknik untuk meneliti struktur sosial di kelas yang pada hakekatnya untuk meneliti kekohesivan (kepaduan, kekompakan) kelompok, atau dengan kata lain meneliti seberapa jauh keterpaduan suatu kelompok, apakah suatu kelompok padu ataukah terpecah/terbelah. Beck (1951) menyatakan, ada tiga dasar padunya kelompok, yaitu daya tarik pribadi (personal attraction), kinerja dalam menyelesaikan tugas (performance of a task), menjaga prestise atau gengsi kelompok (group prestige).

Pendapat Beck tersebut secara jelas menyatakan bahwa suatu kelompok dapat terpadu jika antar anggota kelompok mempunyai daya tarik pribadi yang kuat, masing-masing anggota kelompok tertarik untuk bergaul dan bergabung dengan anggota lainnya; setiap anggota kelompok mempunyai dorongan kuat untuk menyelesaikan tugas/kerja sesuai dengan pembagian kerja yang telah disepakati; dan setiap anggota kelompok menjaga prestise kelompoknya di mata kelompok lain, sehingga kelompoknya dihargai kelompok lain.

Hal sebaliknya dapat terjadi yaitu kelompok tidak padu/terpecah/terbelah karena orang-orang yang menjadi anggota kelompok tidak mempunyai daya tarik bagi anggota kelompoknya, atau seorang anggota kelompok tidak menarik bagi yang lain; setiap anggota kelompok mempunyai budaya tidak menyelesaikan tugas/kerja sesuai dengan pembagian kerja yang telah disepakati, ada anggota kelompok yang suka menunda tugas kelompok sehingga kehidupan kelompok terganggu; dan tidak semua anggota kelompok mampu menjaga prestise kelompoknya di mata kelompok lain, sehingga kelompoknya tidak dihargai (dilecehkan, diremehkan) kelompok lain.

Pemahaman guru pembimbing terhadap interaksi sosial siswa asuhnya mempunyai implikasi dalam berbagai layanan dan/atau kegiatan bimbingan konseling. Pemahaman individu merupakan starting point dalam layanan dan/atau kegiatan bimbingan. Maksudnya berbagai layanan dan/atau kegiatan  bimbingan dan konseling semestinya dimulai dengan pemahaman individu oleh klien dan guru pemibimbing. Pemahaman diri yang dilakukan oleh klien adalah agar klien dapat memahami dirinya (kelebihan dan kekurangannya), memahami masalahnya, dan memahami bahwa keputusan akhir dalam memecahkan masalahnya menjadi tanggungjawabnya. Sedangkan pemahaman yang dilakukan oleh guru pembimbing adalah agar guru pembimbing mengenal dan memahami tentang diri klien, latar belakangnya, masalah yang dihadapi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.

Posting Komentar

0 Komentar