Mengenal Suku Lembak

Kata Lembak ada beberapa arti. Ada yang mengartikan "lembah", dan juga "lebak", yaitu daratan sepanjang aliran sungai, dan ada pula yang mengartikan "belakang". Masyarakat ini sendiri memang berdiam di daerah pedalaman provinsi Bengkulu, di pegunungan Bukit Barisan yang menjadi perbatasan dengan provinsi Sumatera Selatan, dari mana bersumber air sungai Musi dan anak-anaknya.


FOTO : http://suku-dunia.blogspot.co.id/


Bahasa Suku Lembak
orang Lembak menyebut bahasa mereka bahasa Bulang yang masih termasuk rumpun bahasa Melayu. Ciri yang menonjol dari bahasa Bulang ini adalah pemakaian vokal "e" untuk menggantikan vokal "a" di belakang sebuah kata. Misalnya apa diucapkan "ape", ke mana diucapkan "kemane", siapa menjadi "siape" dan seterusnya. Pada zaman dulu mereka menggunakan aksara yang sama dengan aksara suku bangsa rejang dan Serawai. Aksara ini mereka sebut surat ulu.

Kebudayaan
Suku Lembak adalah pemeluk Agama Islam sehingga budayanya banyak bernuansakan Islam, disamping itu masih ada pengaruh dari kebudayaan lainnya. Dari sisi adat-istiadat antara Melayu Bengkulu dan suku Lembak ada terdapat kesamaan dan juga perbedaan, ada hal-hal yang terdapat dalam Melayu Bengkulu tidak terdapat dalam masyarakat Lembak, dan sebaliknya. Secara garis besar, kebudayaan Melayu mendominasi kebudayaan suku Lembak.

Mata Pencaharian Suku Lembak
Mata pencaharian utama mereka adalah bertanam padi di sawah, serta sayur-sayuran dan buah-buahan di ladang. Tanahnya yang subur cocok pula dijadikan kebun kopi, cengkeh dan lada. Sebagian lain bekerja sebagai pedagang, tukang kayu dan sebagainya. Pekerjaan bertani umumnya masih dikerjakan secara gotong-royong dan bermusim.

Masyarakat Suku Lembak
Pola perkampungan mereka mengelompok padat di kiri kanan jalan besar atau sungai. Pemukiman seperti itu mereka sebut dusun. Rumah-rumah mereka berdiri di atas tiang-tiang panjang dan pekarangannya tanpa pagar pembatas. Kolong rumah digunakan sebagai tempat menyimpan kayu bakar. Setiap dusun dikepalai oleh seorang depati. Beberapa dusun dikelompokkan ke dalam sebuah marga yang dikepalai oleh seorang pesirah. Dalam pekerjaannya pesirah dibantu oleh dua atau tiga orang pemangku, yaitu pejabat yang membawahi beberapa buah dusun yang tergabung ke dalam satu kepemangkuan. Setiap pemangku dibantu oleh seorang penggawa. Kepemimpinan kaum ulama cukup disegani dalam masyarakat ini.

Kekerabatan Suku Lembak
Bentuk hubungan kekerabatan masyarakat Lembak pada zaman dulu adalah keluarga luas bilateral, tapi dengan adat menetap sesudah kawin yang neolokal. Adat menetap sesudah kawin yang virilokal juga terjadi karena adanya perjanjian adat kawin bejojoh, dimana isteri sudah dianggap dibeli oleh pihak suaminya. Adat menetap sesudah kawin yang uksorilokal juga ditemukan karena perjanjian adat kawin kesemendoan, dimana suami yang disebut semendo tinggal di rumah pihak isterinya.

Referensi : Depdikbud 1989, dan,  wikipedia.