Punya Lembak - Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.Dalam mengerjakan haji, kita menempuh jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
![]() |
Picture By https://haji.dream.co.id/ |
A.
Syarat
Wajib Haji
Syarat wajibnya
haji itu ada tujuh perkara, yaitu :
1. Islam
2.
Baligh
(sudah dewasa)
3.
Berakal
sehat
4.
Merdeka
“Maka tidak wajib haji bagi orang yang mempunyai sifat bertentangan
dengan sifat-sifat tersebut itu”.
5.
Ada
bekalnya beserta tempatnya bila memang butuh tempat, sebab kadang-kadang ada
juga yang tidak butuh tempat bekal, sebagaimana orang yang dekat dengan negeri
Makkah, dan disyaratkan pula adanya air di tempat yang biasanya dapat membawa
air dengan harga yang umum.
6.
Ada
kendaraannya, yakni kendaraan yang pantas untuk dibeli atau disewa. Hal ini
jika antara orang itu dengan negeri Makkah jaraknya dua kali angkatan atau
bahkan lebih dari itu, baik dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau tidak. Jika
antara dia dan negeri Makkah tidak ada dua kali angkatan (perjalanan) sedang
orang itu kuat menempuh dengan berjalan kaki, maka wajib baginya menunaikan
haji tanpa kendaraan.Dan disyaratkan juga bahwa bekal itu tadi lebih setelah
untuk membayar hutangnya dan dari ongkos pembiayaan orang yang menjadi
tanggungannya selama waktu perginya dan pulangnya.Juga harus sudah lebih untuk
mencukupi kebutuhan rumah (dengan biaya yang wajar) juga lebih dari pembiayaan
yang pantas untuk budak yang ada di dalam rumah itu tadi.
7.
Keadaan
jalannya sunyi, maksudnya ialah keadaan perjalanan menurut perkiraan sangat
aman (tidak ada gangguan) sekiranya masih terdapat benda-benda yang pantas di
tiap tiap tempat. Jika sekiranya seseorang merasa tidak aman akan
dirinya, hartanya atau kehormatannya maka tidaklah wajib berhaji.
Adapun perkataan mushannif “dan mampu menunaikan” itu tetap ada di
dalam sebagian keterangan. Sedang yang dikehendaki dengan “mampu” ialah suatu
keadaan yang tetap wujud sesudah adanya bekal, dan kendaraan yang pada suatu
saat memungkinkan berjalan sesuai yang dijanjikan. Jika
seseorang itu mampu hanya saja dia butuh memutuskan perjalanan dua kali
angkatan dalam sebagian hari-hari (yang ditempuh), maka baginya tidak wajib
haji karena dalam keadaan sengsara.
B.
Rukun
Haji
Rukun-rukun
haji itu ada empat, yaitu:
1.
Ihram
yang disertai dengan niat, yakni niat masuk menuanaikan haji.
2.
Wukuf
di tanah Arafah, yang dimaksudkan ialah datangnya orang yang ihram haji dalam Dzulhijjah dengan syarat, bahwa orang yang
wukuf itu ahli ibadah, tidak gila dan tidak pula ayan.Waktu wukuf (di tanah
Arafah) itu berlangsung terus sampai
datangnya fajar hari raya Qurban yang tanggal 10 Dzulhijjah.
3.
Thawaf
di Baitullah (Ka’bah) sebanyal 7 kali putaran. Thawaf tersebut dimulai dari
arah Hajar Aswad, seluruh badannya ditepatkan (ketika memulai) pada Hajar Aswad
itu.Seandainya seseorang memulai thawaf selain di Hajar Aswad, maka thawafnya
ini tidak ada artinya.
Syarat Thawaf :
a.
Menutup
aurat,
b.
Suci
dari hadas dan najis,
c.
Ka’bah
hendaknya di sebelah kiri orang yang thawaf,
d.
Permulaan
thawaf itu hendaknya dari Hajar Aswad,
e.
Thawaf
itu hendaklah tujuh kali
f.
Thawaf
itu hendaklah di dalam masjid karena Rasulullah saw melakukan thawaf di masjid.
Sunnah Thawaf:
a. Mengusap dan mencium (mengecup) Hajar Aswad
b.Mengusap rukun Yamani
c.Berjalan kaki
d.Tanpa alas kaki
e.Berselendang (kedua ujungnya terletak di pundak kiri dan bagian
tengahnya terletak di bawah bagian ketiak kanan) di dalam thawaf yang ada lari
kecilnya. (Pria)
f. Lari kecil (di dalam thawaf yang akan disambung dengan sa’i)
pada putaran ke- 1, 2 dan 3. (Pria)
g. Mengucapkan do’a-do’a dari Nabi SAW di dalam thawaf
h.Shalat sunnat thawaf 2 rakaat seteleh selesai thawaf. (Dapat
dilakukan sesudah beberapa minggu, walaupun tidak di dalam Masjidil Haram.
Tapi, yang lebih utam di belakang Maqam Ibrahim).
Macam-macam thawaf :
a.
Thawaf
qudum (thawaf ketika baru sampai) sebagai shalat tahiyatul masjid.
b.
Thawaf
Ifadah (thawaf rukun haji).
c.
Thawaf
Wada’ (thawaf ktika akan meninggalkan makkah.
d.
Thawaf
Tahallul (penghalalan barang yang haram ketika ihram.
e.
Thawaf
Nadzar (thawaf yang dinazarkan)
f.
Thawaf
sunah
g.
4 Sa’i antara
Shafa dan Marwah sebanyak kali.
Adapun syaratnya Sa’i, yaitu hendaknya seseorang memulai pada
permulaan Sa’inya dari Shafa dan mengakhirinya di Marwah. Dan dihitung perginya
orang dari Shafa ke Marwah satu kali, kemudian kembalinya dari Marwah ke Shafa
dihitung lagi satu kali. “Shafa”
dengan dibaca pendek, pengertiannya ialah bagian pinggir dari bukit Abi
Qubaisy, sedang “Marwah” dengan dibaca
fat-hah mimnya artinya itu nama bagi suatu tempat yang sudah terkenal di negeri
Makkah.Dan masih ada lagi beberapa rukun haji, seperti mencukur atau
menggunting rambut. Hal ini jika memang saya menjadikan masing-masing dari
keduanya sebagai ibadah (rukun) dan demikian itu adalah pendapat yang masyhur.
Mashur yang berpendapat bahwa dalam rukun haji itu juga mencakup
mencukur rambut dan tertib. Pendapat ini diambil dari kitab Fathul Qarib Mujib
C.
Wajib
Haji
Perkataan
wajib dan rukun biasanya berarti sama, tetapi di dalam urusan haji ada
perbedaan sebagai berikut :
Rukun : sesuatu yang tidak sah haji melainkan
dengan melakukannya, dan ia tidak boleh
diganti dengan “dam” (menyembelih kambing).
Wajib
: sesuatu yang perlu dikerjakan ,tetapi sahnya haji tidak bergantung padanya,
dan
boleh diganti dengan mnyembelih binatang.
1)
Ihram
dan miqat.
2)
Berhenti
di Muzdalifah sesudah tengah malam.
3)
Melontar
Jumrah Aqobah.
4)
Melontar
tiga jumrah.
5)
Bermalam
di mina.
6)
Thawaf
wada’.
7)
Menjauhkan
diri dari semua larangan atau yang diharamkan.
D.
Sunah
Haji
Adapun
sunah-sunah haji dan umrah itu ada tujuh yaitu:
a. Mengerjakan Ifrad, yaitu mendahulukan mengerjakan ihram haji
daripada ihram umrah, yakni seseorang mengerjakan ihram haji dahulu dari
miqatnya haji, sesudah selesai mengerjakan
haji kemudian hendaknya keluar dari Makkah menuju tanah halal (miqat) yang
lebih dekat. Lalu ihram umrah disertai mengerjakan amalan-amalan dalam umrah.
Jika seseorang membaliknya (umrah dahulu baru haji), maka tidak dapat dikatakan
ifrad.
b. Membaca talbih, di dalam membaca talbih disunnahkan untuk
memperbanyak selama dalam ihram dan juga disunnahkan mengeraskan suaranya.
Adapun lafadznya tablih yaitu sebagai brikut:“Labbaika Allahumma labbaikala
syariika laka labbaika. Innal Hamda Wan Nikmata laka wal Mulka laa syarika
laka”.
Ketika telah selesai dari membaca talbih maka hendaknya dilanjutkan
dengan membaca shalawat Nabi dan bermohon kepada Allah SWT, agar dapat masuk
surga dan mendapatkan ridhanya serta terpelihara dari api neraka.
c. Thawaf Qudum, thawaf ini dikhususkan kepada orang yang haji sewaktu
memasuki Makkah sebelum Wuquf di ‘Arafah. Bagi orang yang umrah ketika dia
thawaf karena umrahnya, maka cukuplah mengerjakan thawaf qudum ini.
d. Bermalam di Muzdalifah, selanjutnya bahwa bermalam di Muzdalifah
ini terhitung masuk beberapa sunnah haji adalah sesuai dengan isi pembicaraan
Imam Rafi’i, tetapi menurut Imam Nawawi hal itu termasuk ziyadah (tambahannya)
kitab Raudlah dan Syarah kitab Muhadzab, yakni bahwa bermalam di Muzdalifah itu
termasuk wajib.
e. Mengerjakan shalat dua rakaat karena thawaf yakni sesudah selesai
dari mengerjakan thawaf. Shalat dua rakaat itu hendaknya dilakukan di belakang
makam Ibrahim a.s.
Dan hendaknya merendahkan suara bacaan dalam dua rakaat shalat itu
(di waktu siang) dan mengeraskannya di waktu malam. Apabila orang itu tidak
mengerjakan shalat dua rakaat di belakang Ibrahim, maka boleh mengerjakannya di
Hijir Isma’il, jika tidak dapat maka boleh di Masjidil Haram dan jika di
Masjidil Haram tidak dapat, maka boleh melakukannya di tempat yang dikehendaki
dari tanah Haram dan lainnya.
f. Bermalam di Mina. Imam Rafi’i sudah mengesahkan hal ini, tetapi
bagi Imam Nawawi tersebut di dalam ziyadah kitab raudlah mengatakan bahwa
bermalam di Mina itu wajib.
g. Mengerjakan thawaf wada’ ketika hendak keluar dari tanah Makkah,
baik dari pergi untuk mengerjakan ibadah haji atau tidak karena menuanaikan
ibadah haji, sekalipun jarak bepergiannya itu jauh atau dekat.
Keterangan mushannif tersebut yakni disunnahkannya Thawaf Wada’
adalah merupakan pendapat yang terunggul, tetapi menurut pendapat yang lebih
jelas mengatakan bahwa Thawaf Wada’ itu wajib hukumnya.
Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Syarah
Muhadz-dzab, bahwa jika wajib bagi orang laki-laki untuk tidak memakai pakaian
yang terdapat jahitan dan tidak terdapat sulaman dan ikatan pada pakaian
seperti sepatu.
Hendaknya orang tersebut memakai kain dan selendang yang keduanya
berwarna putih dan dalam keadaan masih baru. Jika seandainya tidak ada kain
yang baru, maka yang penting keduanya dalam keadaan suci.
E.
Cara
Pelaksanaan Haji
Ada
tiga cara melaksanakan haji dan umrah
Pertama, Ifrod (yang paling afdol diantara ketiga cara). Yaitu ,
mengerjakan haji terlebih dahulu secara sempurna. Apabila telah melakukannya,
kembali ke kawasan hill (halal) yakni diluar kawasan haram, (lalu berihram
untuk mengerjakan umrah.
Tempat paling afdhol diluar kawasan haram, untuk melakukan ihram
‘umrah ialah desa al-jikranah ,kemudian At-tan’im, al-hudaibiyah. Sorang yang
melakukan haji secara ifrod, tidak dibebani dam, kecuali jika ia ingin bertathawwu’
(membayar dam secara suka rela demi memperoleh pahala semata-mata).
Kedua, Qiron yaitu meniatkan haji dan umrah bersama-sama,dengan
mengucapkan :Labbaika bi hajjatin wa ‘umrotin ma’a (ma’an).Artinya : Ya
Allah aku datang memenuhi perintah-Mu, dengan mengerjakan haji dan umrah
bersama-sama.
Dengan demikian cukuplah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan haji
saja, sedangkan pekerjaan-pekerjaan umrah, secara otomatis telah gugur dan
trgabung dalam pkerjaan-pekerjaan haji, sama seperti kewajiban berwudlu yang
secara otomatis tergabung dalam pelaksanaan mandi wajib.
Hanya saaja, apabila ia berthawaf dan br sa’i sebelum wukuf di
arafah, maka sa’inya itu terhitung sebagai pelaksanaan kewajiban sa’i untuk
haji dan umrah, sedangkan thawafnya tidak terhitung.
Sebabnya ialah, karena thawaf yang difardukan dalam haji,haruslah
berlangsung stelah wukuf orang yang melaksanakan haji dan umrah secara Qiran
diharuskan membayar dam (denda) seekor domba. Kecuali apabila ia adalah
penduduk kota makkah, maka tidak ada denda atas dirinya. Hal itu, karna ia
tidak dianggap melampaui miqat. Sedangkan miqatnya ialah Makkah.
Ketiga Tamattu’, yaitu dengan melakukan ihram umrah lalu melintasi
miqot dalam keadaan ihram, dan setelah selesai umrahnya itu, ia segera
bertahallul di Makkah. Dengan demikian ia dapat bertamattu’ (menikmati) hal-hal
yang seharusnya terlarang baginya. Keringanan ini berlaku baginya sampai saat
ia akan memulai ihram hajinya (yakni sampai menjelang wukuf di Arafah.
Seseorang hanya dapat disebut bertamattu’ karena adanya 4 kondisi
a. Apabila ia bukan penduduk kawasan Al Masjid Al Haram. Seseorang
dapat disebut sebagai penduduk kawasan al masjid al haram apabila tempat
tinggalnya kurang dari jarak yang memperbolehkannya mengqosor shalatnya (dengan
demikian seperti telah disebutkan diatas ia tidak terkena kewajiban membayar
denda apabila tidak memulai ihram dari miqat, mengingat bahwa miqatnya ialah
Makkah itu sendiri).
b. Apabila ia mendahulukan umrah sebelum haji, dan umrahnya itu
dilakukannya dalam bulan-bulan haji.
c. Apabila ketika ber ihram untuk haji,ia tidak kembali ke miqat
asalnya atau miqat lainnya yang berjarak sama seperti miqat asalnya.
d. Apabila hajinya dan umrah yang dilakukannya dalam rangka mewakili
atau menggantikan kewajiban seseorang tertentu. (dengan demikian jika ia
melakukan umrah atas nama seseorang, kemudian setelah itu mlakukan haji atas
nama orang lain, maka ia tidak disebut sebagai telah ber tamattu’).
Demikian apabila ke empat kondisi tersebut di atas ada pada diri
seseorang, maka ia disebut telah bertamattuk, dan karenanya ia diwajibkan
membayar dam (denda) seekor domba.Dan sekiranya ia tidak dapat membayar dam
seperti itu, maka ia diwajibkan berpuasa selama tiga hari diantara hari-hari
haji, yaitu sebelum yaum an-nahr (hari raya haji) baik berturut-turut atau
terpisah-pisah kemudian setelah ia tiba kembali ke tanah airnya,ia diwajiban
berpuasa lagi sebanyak tujuh hari
sehingga jumlah semuanya sepuluh hari.
Dan sekiranya ia tidak berpuasa tiga hari pada hari-hari haji, maka
ia diwajibkan berpuasa 10 hari setelah pulang ketanah airnya, secara
berturut-turut atau terpisah-pisah.Dam (denda) yang diwajibkan karena Qiran
sama saja dengan tamattu’. Adapun urutan-urutan cara haji yang paling afdol
ialah Ifrod, kemudian tamattu’, kemudian Qiran.
F.
Jenis
Haji
Setiap
jamaah haji bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingindilaksanakannya.
Terdapat 3 jenis ibadah haji antara lain :
1) Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut
ifradbila sesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan hajimaupun
menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalahibadah haji.
Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya,orang tersebut berniat
melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah
haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembaliuntuk
melaksanakan umrah.
2) Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau
bersantai-santaidengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji,
lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untukmelaksanakan
ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu' dapat jugaberarti melaksanakan ibadah
di dalam bulan-bulan serta di dalam tahunyang sama, tanpa terlebih dahulu
pulang ke negeri asal.
3) Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan, ataumenyekaliguskan,
yang dimaksud disini adalah menyatukan ataumenyekaliguskan berihram untuk
melaksanakan ibadah haji dan umrah.Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian
ihram sejak miqatmakani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai
selesai,meskipun mungkin akan memakan waktu lama.
Menurut Abu Hanifah,melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua
thawaf dan dua sa'i.Kebebasan memilih jenis ibadah haji yang akan dilakukan
oleh calonjamaah haji diperkuat oleh hadist sebagai berikut :
DAFTAR PUTAKA
As’ad, Aliy. 1979. Terjemahan Fathul Mu’in Kudus:Menara
Kudus.
Amar, Imron
Abu. 1982. Fat-hul
Qarib, Kudus:Menara Kudus.
Al-Ghazali, Abu
Hamid. 1993 Abu Hamid, Rahasia Haji danUmroh. Bandung: Karisma
Rasjid , Sulaiman. 2006. Fiqih islam. Bandung:
SinarBaruAlgenSindo.
0 Komentar