secara
universal HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir sampai
mati sebagai anugerah dari tuhan YME. semua orang memiliki hak untuk
menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak melanggar norma
dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk dihormati,
dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. setiap
orang sebagai harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan
lainnya yang benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak
antara orang satu dengan yang lainnya.
![]() |
Picture By https://www.islamramah.co/ |
Pengertian
HAM atau Hak Asasi Manusia (Human
Rights)
HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia
adalah seorang manusia. Jack Donnely,
mendefinisikan hak asasi tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas. Hak
asasi adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat
manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia dan hak itu merupakan pemberian dari tuhan yang maha esa.
Sementara menurut John Locke, Hak Asasi Manusia
adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap
manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke menjelaskan bahwa HAM
merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan anugrah atau pemberian
langsung dari tuhan YME. secara
filosofis, pandangan menurut hak asasi manusia adalah, "jika wacana publik
masyarakat global di masa damai dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang
umum, itu adalah hak asasi manusia." Meskipun demikian, klaim yang kuat
dibuat oleh doktrin hak asasi manusia agar terus memunculkan sikap skeptis dan
perdebatan tentang sifat, isi dan pembenaran hak asasi manusia sampai dijaman
sekarang ini. Memang, pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan
"hak" itu sendiri kontroversial dan menjadi perdebatan filosofis
terus (Shaw, 2008)
diatas
merupakan sedikit pengertian dari HAM, dewasa ini banyak sekali pengertian HAM
menurut beberapa pendapat, dan sampai sekarang pun HAM masih belum jelas,
karena setiap individu itu mempunyai pemikiran pemikiran masing masing tentang
ham.
Dewasa ini bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi dari rezim
otoriter dan represif ke rezim demokratis, namun menyadari masih lemahnya
penguasaan masalah dan kesadaran bahwa penegakan HAM merupakan kewajiban
seluruh bangsa tanpa kecuali, perlu diterapkan keadilan yang bersifat
transisional, yang memungkinkan para korban pelanggaran HAM di masa lalu dapat
memperoleh keadilannya secara realistis.
Penegakan
HAM sangat bergantung seberapa berkualitas demokrasi dijalankan di Indonesia.
Demokrastisasi Indonesia sekalipun telah mencapai perubahan positif masih
banyak resiko negatif yang membayangi, dimana kran liberalisasi politik,
kebebasan media massa serta jaminan artikulasi warga negara menjadi kisah
sukses yang harus diapresiasi sebagai dampak nyata reformasi.
Pasca Pemilu
harus mempertimbangkan kualitas proses dan hasil Pemilu 2014, nampak pesimis
atas masa depan demokrasi Indonesia. Kecurangan sistemik menjadi penanda betapa
permisifnya berbagai pihak atas keculasan yang terjadi, dampaknya demokrasi
dipertanyakan legitimasi dan masa depannya untuk mengubah pada perbaikan
keadaan politik Indonesia.
Didalam
situasi demokrasi mengalami kemandegan, dalam konfigurasi politik mutakhir
itulah, maka momentum pemilihan presiden menjadi salah satu pertaruhan yang
tidak bisa diabaikan, jika tidak mau mengulang kesalahan pemilu legislatif.
Presiden adalah aktor penting, yang berpengaruh pada masa depan HAM dan
demokrasi apakah akan memiliki komitmen membenahi kualitas demokrasi dan penegakan
HAM ataukah sebaliknya menghancurkan HAM dan memerosotkan demokrasi.
Demokrasi
dan kebebasan yang kita nikmati saat ini adalah hasil dari perjuangan melawan
rezim otoritarian orde baru, perjuangan itu tidak diraih dengan mudah tetapi
diwarnai dengan jatuhnya korban jiwa dari masyarakat dan mahasiswa. Sementara,
kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi dimasa lalu adalah harga yang harus
dibayar mahal dari keinginan meraih demokrasi dan kebebasan yang hingga kini
tidak belum diselesaikan padahal penuntasan kasus-kasus itu tidak semata untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan bagi korban tetapi juga menjadi tahapan
penting yang menentukan masa depan demokrasi dan HAM di Indonesia.
Ditengah
belum tuntasnya berbagai kasus pelanggaran HAM tersebut para pelaku yang diduga
terlibat dalam kasus pelanggaran HAM justru maju sebagai kandidat capres 2014.
Kemunculannya diatas pentas politik mengusik nurani korban hingga kini masih
hilang dan perjuangan keluarga korban meraih keadilan tidak kunjung terpenuhi.
“Cuci tangan dari konflik antara penguasa dan kaum tidak berdaya berarti
berpihak pada penguasa itu, dan bukan cermin sikap netral”.
Mereka (para
korban HAM) adalah martir perubahan dalam perjuangan kolektif mewujudkan
cita-cita terbentuknya negara Indonesia yang demokratis tanpa pengorbananya,
kita tentunya tidak akan bisa meraih, merayakan dan menikmati demokrasi serta
kebebasan seperti saat ini. Perubahan politik pada 1998 membawa perubahan dalam
pengaturan Komnas HAM di Indonesia yang berawal dari dasar Keppres Nomor 50
Tahun 1993 diperkuat bersamaan lahirnya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan
juga Komnas HAM sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyuluhan, pamantauan dan mediasi HAM.
Meski secara
hukum lebih kuat, Komnas HAM seringkali mendapat banyak sorotan dan diangap
tidak independen karena proses seleksi komisioner sarat dengan kepentingan
politik serta orang-orang yang menjadi kandidat komisioner tidak memiliki latar
belakang pengetahuan dan pemahaman HAM yang luas. Ketika terpilih menjadi
komisioner, ideologi partai atau kelompok tempatnya berasal lebih mewarnai pola
pikirnya ketimbang paham HAM universal. Lembaga yang lahir dari pergulatan
perjuangan manusia dipundaknya menanggung marwah untuk mendorong terwujud dan
tegaknya martabat setiap manusia.
Untuk itu,
Komnas HAM sangat diharapkan berperan maksimal dalam mendorong perlindungan dan
penegakan HAM. Apalagi di tengah trend pelanggaran HAM yang semakin massif dari
tahun ke tahun, peran lembaga ini sangat ditungu-tunggu. Meski Komnas HAM
diberi mandat oleh UU untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat akan
tetapi mendapat kendala yang terletak pada kurangnya Political Will….kelompok,
golongan, ataupun individu terhadap kelompok, golongan, atau individu lainnya
untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Akibatnya
Komnas HAM untuk melakukan pemanggilan pun menjadi berdebatan dikalangan
pemerintah dan sering diabaikan oleh pihak-pihak yang diduga melakukan
pelanggaran HAM berat. Disisi lain, saat ini HAM tidak lagi dipandang sekadar
sebagai perwujudan faham individualisme dan liberalisme tetapi lebih dipahami
secara humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis
kelamin dan pekerjaannya.
Dewasa ini
pula banyak kalangan yang berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam
menegakkan HAM. Perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat serius
dalam menegakkan HAM, hal ini dapat dlihat dari upaya pemerintah Indonesia
menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan HAM di seluruh
dunia atau di setiap negara dan sangat merespons terhadap pelanggaran HAM
internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman presiden atas beberapa
agresi militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan,
dan baru-baru ini Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada
Israel yang telah menginvasi Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil,
wanita dan anak-anak.
Selain itu,
komitmen pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara lain telah
ditunjukkan dalam prioritas pembangunan nasional tahun 2000-2004 (Propenas)
dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan
telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Kepres Nomor 50 Tahun
1993, serta pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan, UU Nomor 26 Tahun
2000 tentang pengadilan HAM, serta masih banyak UU yang lain yang belum
tersebutkan menyangkut penegakan HAM.
Sementara
itu, pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan
upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan
demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus
dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Para pejabat
penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik
dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari
perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum
dalam rangka menegakkan hukum. Reformasi aparat pemerintah dengan merubah
paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara melakukan reformasi
struktural, infromental, dan kultural mutlak dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai
bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.
0 Komentar