PUNYA LEMBAK - Penduduk
Provinsi Bengkulu berasal dari tiga rumpun suku besar terdiri dari suku Rejang,
Serawai, Lembak dan Suku Melayu. Terdapat empat bahasa daerah yang digunakan
masyarkat Bengkulu yakni, Bahasa Melayu, Bahasa Rejang, Bahasa Pekal dan Bahasa
Lembak.
![]() |
Picture : http://stekotiarchi.blogspot.com/ |
Suku Rejang adalah suku yang terdapat di Bengkulu yang
merupakan satu dari 10 kelompok masyarakat asli di Provinsi Bengkulu. Jumlah
populasi mereka tidak diketahui secara pasti, masyarakat Rejang merupakan
penduduk asli dan sekaligus mayoritas di 5 kabupaten yang meliputi wilayah
Lebong, Kepahiang, Rejang Lebong, Bengkulu Tengah, dan Bengkulu Utara. Di
antara suku-suku lain di Bengkulu, suku Rejang memiliki populasi terbesar.
Populasi masyarakat Rejang dalam jumlah yang lebih kecil dapat pula dijumpai di
Ulu Rawas, Musi Rawas Utara. Masyarakat Rejang di Ulu Rawas bercakap dalam
bahasa Rejang dialek Rawas (Awês) yang berbeda secara signifikan dari 4 dialek
lainnya yang dituturkan di wilayah Provinsi Bengkulu. Dalam jumlah yang lebih
kecil terdapat ribuan orang Rejang yang bermigrasi ke berbagai kota di
Indonesia dan luar negeri.
Baca Juga : Mengenal Bahasa Lembak
Menurut
A. Samid Said dan Dicky Darmawan Butto dalam buku karya Zulman Hasan yang berjudul
Anok Kutai Rejang, istilah Rejang bersumber dari Rhe Jang Hyang, yaitu nama
seorang leluhur yang berasal dari Mongolia. Pada tahun 2090 SM, Rhe Jang Hyang
dan kelompoknya mendirikan sebuah perkampungan yang bernama Kutai Nuak di
daerah Napal Putih, Bengkulu Utara.
Ia
tinggal di Kutai Nuak hanya selama 50 tahun karena persediaan makanan sudah
menipis dan terdesak imigrasi. Rhe Jang Hyang berserta keluarganya pindah ke
daerah Pinang Belapis.
Menurut
para ahli sejarah semua orang Rejang yang tersebar tersebut berasal dari Pinang
Belapis. Kala itu daerah Rejang bernama Renah Sekalaw/Pinang Belapis kini
disebut Lebong.
Penuturan
para ahli tentang Lebong sebagai wilayah asal suku Rejang diperkuat cerita
lisan yang diwarisi secara turun temurun dari orang tua Suku Rejang. Dalam
Sebuah Naskah Klasik yang sekarang disimpan Oleh Ruttama, mantan imam desa Suko
Kayo Lebong,Nene Moyang suku Rejang pertama sekali tinggal di danau besar di
gunung Hulu Tapus. Fakta tersebut sesuai dengan cerita-cerita yang diwarisi secara
turun-temurun.
Menurut
Sejarah yang tidak tertulis, Suku Rejang berasal dari empat petulai; Juru
Kalang, Bermani, Selupu dan Tubai. Keempat petulai dipimpin oleh Seorang Ajai.
Keempat ajai dimaksud adalah; Ajai Bintang. Ajai BegelanMato, Ajai Siang dan Ajai
Tiea Keteko.
Dikisahkan
juga bahwa pada masa pemerintahan Ajai-Ajai tersebut datang keempat orang
bersaudara putera Ratu Kencana Unggu dari Majapahit, masing-masing bernama ;
Biku Sepanjang Jiwo, Biku Bijenggo, Biku Bembo dan Biku Bermano. Karena arif dan
bijaksana, sakti dan pengasih, keempat biku tersebut diangkat oleh keempat
petulai yang ada saat itu sebagai pimpinan mereka.
Baca Juga : Asal Usul Suku Rejang di Rejang Lebong
Di
bawah pimpinan keempat Biku tersebut, Suku Rejang semakin tumbuh dan maju serta
mengembangkan kebudayaan daerah sampai akhirnya memiliki tulisan (Aksara)
sendiri yaitu tulisan Kaganga.
Bahasa yang dituturkan oleh suku Rejang di
daerah Lebong, Kepahiang, Curup dan sampai di tepi sungai ulu musi di
perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku Rejang menempati kabupaten Rejang
Lebong, kabupaten Kepahiang, dan kabupaten Lebong. Dialek bahasa yang digunakan
penutur bahasa Rejang, jauh berbeda dengan bahasa Melayu dan bahasa daerah di
Sumatera lainnya. Suku Rejang merupakan salah satu dari 18 lingkaran suku
bangsa terbesar di Indonesia.
Bahasa Rejang memiliki lima dialek yang memiliki perbedaan antar satu dialek dengan dialek lainnya dengan derajat yang berbeda-beda. Empat dari lima dialek dituturkan di wilayah Provinsi Bengkulu. Satu dialek lagi dituturkan di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatra Selatan. Kelima dialek tersebut adalah sebagai berikut:
- Dialek Lebong, dituturkan di Kabupaten Lebong dan
sebagian Kabupaten Bengkulu Utara.
- Dialak Musi, dituturkan di sepanjang hulu aliran Sungai
Musi di Kabupaten Rejang Lebong, sebagian Kabupaten Bengkulu Utara, dan
sebagian Kabupaten Kepahiang terutama di Kecamatan Merigi dan Kecamatan
Ujan Mas. Dialek tersebut dinamai berdasarkan nama Sungai Musi.
- Dialek Keban Agung, dituturkan di sebagian Kabupaten
Kepahiang terutama daerah Kecamatan Tebat Karai dan Kecamatan Bermani
Ilir.
- Dialek Pesisir, dituturkan di sebagian Kabupaten
Bengkulu Tengah seperti Kecamatan Pondok Kelapa, dan wilayah Kabupaten
Bengkulu Utara.
- Dialek Rawas, dituturkan di hulu Sungai Rawas di
Kabupaten Musi Rawas Utara. Dialek tersebut dinamai berdasarkan nama
sungai Rawas. Dialek tersebut dianggap sebagai dialek proto atau dialek
tertua dari bahasa Rejang dan menurut Prof. McGinn.
Penutur
dialek Rejang yang satu dengan yang lain sebenarnya dapat saling mengerti
dengan tingkat pemahaman mencapai di atas 80%, kecuali dialek Rawas. Dialek
Rawas hampir tidak dapat dikenali apabila diperdengarkan kepada penutur
dialek-dialek yang lain.
Namun saat ini dialek bahasa rejang lebih
dikenal memiliki 3 dialek, yaitu dialek Rejang Kepahiang, dialek Rejang Curup,
dan dialek Rejang Lebong. Dialek Rejang Kepahiang berbeda dengan dialek Rejang
Curup di kabupaten Rejang Lebong, dialek Rejang Bengkulu Utara (identik dengan
dialek Rejang Curup), dan dialek Rejang Lebong di kabupaten Lebong.
Baca Juga : 7 Suku Asli Provinsi Bengkulu
Dari
tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi
Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari
ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa
Rejang dapat saling memahami walaupun terdapat perbedaan kosakata pada saat
komunikasi berlangsung.
Suku
Rejang memiliki adat pernikahan yang disebut dengan Bekejai. Upacara perkawinan
adat kejai adalah adalah upacara perkawinan yang dalam pelaksanaannya tidak
terlepas dari tradisi yang berkaitan dengan Suku Rejang. Hal tersebut tercermin
dari rangkaian kegiatan acara mulai dari rangkaian upacara sebelum perkawinan,
rangkaian pelaksanaan perkawinan, dan rangkaian acara sesudah perkawinan.
Dalam
pelaksanaan Bekejai tidak dapat dilepaskan dari keikutsertaan para peserta
upacara. Setiap peserta upacara memegang peranan penting dalam kegiatan
upacara. Peserta upacara tidak hanya kerabat dekat saja, masyarakat umumpun
boleh menghadiri upacara tersebut.
Ciri fisik Masyarakat asli Rejang memiliki kulit yang lebih terang. Kulit mereka jauh lebih terang bila dibandingkan dengan orang-orang India Selatan yang keturunan murni maupun keturunan campuran. Kulit terang orang Rejang dan sejumlah suku-suku lain di Sumatra lebih tepat disebut kulit kuning dibanding putih seperti kulitnya orang Eropa.
Baca Juga : Sejarah Tari Turak
Prinsip hubungan kekerabatan masyarakat Rejang adalah kekerabatan bilateral. Sedangkan prinsip keturunan menganut sistem patrilineal, meskipun pada masa yang lalu sempat terpengaruh budaya Minang dan menganut sistem matrilineal. Tipe perkawinan masyarakar Rejang adalah eksogami. Untuk menentukan akan tinggal di mana suatu pasangan setelah menikah, akan diadakan duduk letok (penentuan tempat tinggal) yang ditentukan berdasarkan asen (mufakat) kedua belah pihak (keluarga laki-laki dan keluarga perempuan). Bentuk kekerabatan lama masyarakat Rejang adalah keluarga luas yang disebut tumbang. Biasanya ada beberapa tumbang yang berkaitan secara darah (petuloi) dengan tumbang yang lain karena berasal dari satu keturunan yang sama. Hubungan persaudaraan atau pertalian darah antardua tumbang atau lebih disebut satu ketumbai atau satu suku. Prinsipnya mirip dengan pasukuan Minangkabau, hanya saja yang Rejang bersifat patrilineal. Satu desa atau sadei didiami oleh beberapa ketumbai.
Referensi :
0 Komentar